Komisi IV DPR RI menemukan penyebab utama dari keracunan massal terkait program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang terjadi di Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat. Menurut laporan Dinas Kesehatan Bandung Barat, sekitar 1.000 orang mengalami keracunan sejak Senin, 23 September 2025. Kesalahan di proses memasak yang dilakukan oleh Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) menjadi akar masalah utama dalam insiden ini.
Anggota Komisi IV DPR RI, Rajiv, menjelaskan bahwa SPPG memasak makanan terlalu awal, menyebabkan makanan tersebut terpapar terlalu lama sebelum disajikan. “Saya minta agar kejadian seperti ini tidak terulang lagi,” katanya dalam pernyataan yang diungkapkan pada 27 September 2025. Rajiv menunjukkan keprihatinannya terhadap situasi yang telah menyebabkan banyak masyarakat menderita karena keracunan.
Korban keracunan mengalami berbagai gejala, termasuk pusing, sakit perut, mual, dan sesak napas setelah mengonsumsi makanan MBG. Terdapat laporan bahwa meski para korban sudah mendapatkan perawatan dan diizinkan pulang, gejala yang dialami seringkali kambuh kembali. “Mereka sudah diobati di Posko KLB Keracunan MGB, tetapi saat pulang, banyak yang harus kembali untuk mendapatkan perawatan lagi,” tambah Rajiv.
Kasus ini menunjukkan betapa pentingnya pengawasan dan edukasi dalam masalah keamanan pangan. Rajiv menekankan, pemerintah daerah dan instansi terkait perlu memperketat pengawasan terhadap distribusi bahan pangan. Hal ini termasuk memastikan bahwa masyarakat mendapatkan edukasi yang memadai mengenai keamanan pangan. “Kita tidak bisa membahas masalah swasembada pangan jika makanan yang beredar justru membahayakan kesehatan masyarakat,” ujarnya.
Keamanan pangan, lanjutnya, menjadi isu yang perlu diperhatikan lebih serius. Kedaulatan pangan seharusnya tidak hanya berkaitan dengan ketersediaan, tetapi juga dengan keamanan makanan yang dikonsumsi masyarakat. Rajiv memandang bahwa hal ini adalah tugas besar yang harus segera diselesaikan oleh pemerintah dan semua pihak yang terlibat.
Insiden keracunan massal ini bukanlah yang pertama kali terjadi di Indonesia. Banyak kasus serupa menunjukkan perlunya peningkatan kesadaran dan penegakan regulasi yang lebih ketat dalam penyediaan makanan. Oleh karena itu, Rajiv menyerukan agar semua pihak saling berkolaborasi untuk memastikan bahwa proses mulai dari pengadaan bahan baku, produksi, hingga distribusi makanan dapat dilakukan dengan aman dan bertanggung jawab.
Pemerintah dan para pemangku kepentingan diharapkan lebih serius dalam menangani isu ini demi melindungi kesehatan masyarakat. Semua lini, termasuk pengawasan pemerintah, produsen makanan, dan konsumen, harus saling bersinergi untuk menciptakan lingkungan pangan yang lebih aman. Dengan langkah-langkah yang terintegrasi, diharapkan kejadian keracunan massal semacam ini dapat dicegah di masa mendatang.
Dengan situasi yang semakin memprihatinkan terkait keamanan pangan, masyarakat juga diimbau untuk lebih berhati-hati dalam memilih makanan. Edukasi mengenai cara mengenali makanan yang aman dan sehat menjadi sangat krusial untuk menjamin kesehatan bersama.
Kejadian ini menyentuh permasalahan yang mendalam mengenai sistem distribusi makanan di Indonesia. Oleh karena itu, perhatian dan tindakan nyata sangat dibutuhkan agar tidak ada lagi rakyat yang menderita akibat keracunan makanan.





