Insiden kekerasan terhadap jurnalis terjadi di Pasar Rebo, Jakarta Timur, saat seorang wartawan bernama Munir mencoba meliput kasus dugaan keracunan Makanan Bergizi Gratis (MBG) pada Selasa, 30 September 2025. Kasus ini menyita perhatian publik setelah puluhan siswa di SDN 01 Gedong dilaporkan mengalami keracunan. Munir yang berupaya menelusuri sumber makanan bermasalah ini, justru menjadi korban penganiayaan oleh seorang oknum pegawai Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG).
Peristiwa tersebut dimulai ketika Munir dan rekan jurnalisnya berusaha memperoleh informasi dari SPPG Gedong 2. Meski mendapatkan larangan untuk memasuki area penyajian makanan, Munir tidak putus asa. Ia kemudian mendapatkan informasi bahwa sumber makanan yang diduga menyebabkan keracunan berasal dari SPPG Gedong 1. Saat hendak pergi dari lokasi tersebut, Munir menyaksikan sebuah mobil pengangkut makanan tiba dan berinisiatif untuk merekamnya dari luar area SPPG.
Namun, upaya ini memicu kemarahan dari seorang pegawai SPPG. Munir menjelaskan dalam wawancara, “Nggak lama saya lihat ada mobil SPPG Gedong 2 datang, saya ambil video dan si bapak tua itu melarang.” Meski Munir menjelaskan bahwa merekam di ruang publik adalah haknya, situasi semakin memburuk. Pegawai tersebut tidak hanya bertindak agresif, tetapi juga mengancam akan memukul rekannya yang mencoba membela.
Munir menceritakan, “Pas sudah dijelasin, saya mau pergi ke SPPG Gedong 1, tapi tiba-tiba bapak yang tadi sudah kepalkan tangannya mau pukul saya, terus tiba-tiba malah cekik saya.” Tindakan kekerasan ini sangat disayangkan dan menunjukkan semakin terancamnya kebebasan pers di Indonesia.
Tindakan Munir untuk meliput kasus keracunan ini menggambarkan tanggung jawab jurnalis dalam mengungkap fakta di lapangan. Namun, perlakuan kekerasan terhadap jurnalis menciptakan jelaga yang mencemari praktik jurnalistik. Setelah insiden tersebut, Munir berencana melaporkan kasus penganiayaan kepada pihak kepolisian untuk meminta pertanggungjawaban hukum dari pelaku.
Keberanian Munir dan rekan-rekannya dalam menginvestigasi kasus keracunan ini patut diapresiasi. Di sisi lain, tindakan represif yang mereka hadapi menjadi sinyal bahaya akan adanya ancaman terhadap kebebasan pers dan hak publik untuk mendapatkan informasi yang benar. Hal ini seharusnya menjadi perhatian serius bagi semua pihak, terutama dalam konteks perlindungan jurnalis yang menjalankan tugasnya dengan integritas.
Kasus ini juga menarik perhatian publik terhadap kebijakan penyajian makanan bergizi di sekolah-sekolah. Dugaan keracunan yang melibatkan siswa harus diproses dengan serius. Penyelidikan mendalam diperlukan untuk memastikan bahwa kejadian serupa tidak terulang di masa mendatang.
Dalam konteks yang lebih luas, insiden ini menjadi refleksi atas perlunya dukungan bagi jurnalis dalam menjalankan tugasnya tanpa rasa takut akan ancaman fisik. Perlindungan hukum yang lebih kuat bagi jurnalis, serta pelatihan pengelolaan risiko dalam peliputan berita, menjadi keharusan mendesak.
Sementara masyarakat umum menunggu perkembangan lebih lanjut terkait kasus ini, diharapkan semua pihak dapat belajar dari insiden ini. Upaya kolaboratif antara pemerintah, lembaga penegak hukum, dan media untuk memastikan keamanan jurnalis adalah langkah penting menuju lingkungan pers yang lebih sehat dan transparan di Indonesia.
Src: https://www.suara.com/news/2025/09/30/204207/liput-kasus-keracunan-mbg-jurnalis-malah-dicekik-pekerja-sppg-dapur-umum-di-pasar-rebo?page=all





