Polisi baru-baru ini menangkap seorang pemuda berinisial WFT (22) asal Kakas Barat, Minahasa, Sulawesi Utara, yang mengklaim sebagai hacker ‘Bjorka.’ Penangkapan ini mengungkap fakta mengejutkan, di mana WFT ternyata bukanlah seorang ahli IT dan bahkan tidak lulus dari sekolah menengah kejuruan (SMK). Hal ini terungkap dalam keterangan resmi yang disampaikan oleh Wakil Direktur Siber Direktorat Siber Polda Metro Jaya, AKBP Fian Yunus.
WFT selama ini diketahui tak memiliki pekerjaan tetap, tetapi ia telah menjadikan media sosial sebagai tempat belajar teknologi secara otodidak. “Dia mempelajari segala sesuatu itu hanya dari IT, melalui komunitas-komunitas media sosial,” jelas Fian. Hal ini menunjukkan bagaimana perkembangan teknologi dan akses informasi bisa dimanfaatkan oleh individu tanpa latar belakang pendidikan formal yang relevan.
Motif utama dari kegiatan ilegal WFT, yang terlibat dalam peretasan dan penjualan data nasabah, adalah uang. Menurut AKBP Herman Edco Wijaya Simbolon, Kasubdit IV Ditres Siber Polda Metro Jaya, semua tindakan yang diambil WFT berfokus pada mencari nafkah. “Motivasi utamanya adalah masalah kebutuhan dan uang,” tuturnya. Ini mencerminkan fenomena di mana individu dengan keahlian teknis, meskipun tanpa pendidikan resmi, memilih jalur yang beresiko demi keuntungan finansial.
Aktivitas di Dark Web Sejak 2020
Berdasarkan hasil penyidikan, WFT telah aktif bertransaksi di dark web sejak tahun 2020. Dalam waktu tersebut, ia menggunakan sejumlah alias, antara lain Bjorka, SkyWave, Shint Hunter, hingga Oposite6890, untuk menyamarkan jejaknya. Fian menambahkan bahwa WFT memanfaatkan platform ini untuk menjual data ilegal dari institusi baik dalam maupun luar negeri, termasuk perusahaan di sektor kesehatan dan swasta.
Transaksi yang dilakukan WFT diketahui bergantung pada penggunaan mata uang kripto, yang semakin mempermudah perpindahan uang dan menyulitkan pelacakan. Dalam sekali transaksi, nilai data yang dijual WFT bisa mencapai puluhan juta rupiah. “Pengakuannya mengatakan sekali dia menjual data kurang lebih nilainya puluhan juta,” ungkap Fian tambahan. Hal ini mengindikasikan betapa menguntungkannya perdagangan illegal di dunia maya, meskipun penuh risiko.
Sanksi dan Tindakan Hukum
Saat ini, WFT telah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan di Rumah Tahanan Polda Metro Jaya. Ia dikenakan pasal-pasal terkait UU Informasi dan Transaksi Elektronik yang bisa berujung pada ancaman hukuman maksimal 12 tahun penjara. Situasi ini adalah pengingat pentingnya kesadaran akan keamanan data di era digital, serta bagaimana individu dapat mengeksplorasi keterampilan teknologi meskipun tidak melalui jalur akademis formal.
Kisah WFT memberikan gambaran lebih dalam tentang fenomena hacker di Indonesia, di mana banyak individu tanpa pendidikan formal berusaha mendapatkan keuntungan melalui cara yang ilegal. Selain itu, hal ini juga menyoroti tantangan yang dihadapi pihak berwenang dalam memberantas aktivitas kriminal di dunia siber. Pemerintah dan lembaga terkait diharapkan dapat meningkatkan edukasi serta penyuluhan tentang keamanan data dan cyber ethics untuk mengurangi angka peretasan di masa depan.
Penangkapan WFT juga menimbulkan diskusi lebih luas tentang pentingnya regulasi yang lebih ketat dalam pengawasan aktivitas di dark web serta perlunya dukungan bagi individu yang ingin mempelajari teknologi secara positif. Dengan begitu, diharapkan muncul generasi hacker yang tidak hanya terampil, tetapi juga bertanggung jawab.
Source: www.suara.com





