BNPB Ungkap Kendala Evakuasi Santri Al Khoziny: Beton ‘Jebakan’ Ancam Runtuh

Proses evakuasi santri yang terjebak dalam tragedi ambruknya Pondok Pesantren Al Khoziny di Sidoarjo, Jawa Timur, mengalami kendala berat yang dapat mengancam keselamatan tim sar. Satu lempengan beton besar yang dalam kondisi labil menjadi penghalang utama. Hal ini memaksa tim SAR gabungan untuk menghentikan sementara pembongkaran puing, demi menghindari risiko keruntuhan susulan pada struktur bangunan yang tersisa.

Menurut Deputi Bidang Penanganan Darurat BNPB, Mayjen TNI Budi Irawan, keberadaan beton tersebut sangat berbahaya. Setiap langkah yang tidak tepat dalam pemotongan atau pemindahan beton dapat memicu keruntuhan lebih lanjut, membahayakan keselamatan semua orang yang ada di lokasi. Untuk mengatasi masalah kompleks ini, tim ahli dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya dihadirkan guna memastikan pemotongan beton dilakukan dengan aman.

“Berdasarkan informasi yang kami terima, ada kendala berupa beton yang menempel di sebelah kiri. Pak Muji dari ITS akan membantu agar pemotongan beton tidak akan merusak gedung lebih lanjut,” ujar Budi dalam konferensi pers. Hingga saat ini, tim SAR gabungan yang terdiri dari Basarnas, BPBD, TNI, dan relawan terus berupaya mengatasi kendala tersebut sambil berpacu dengan waktu.

Mayoritas korban yang telah ditemukan teridentifikasi sudah meninggal dan kebanyakan berada di lantai dasar bangunan. Hal ini menunjukkan bahwa lantai tersebut menjadi titik fokus keruntuhan yang sangat berbahaya. “Setahu saya, kebanyakan korban ditemukan di lantai satu,” lanjut Budi.

Sementara itu, Direktur Operasional Basarnas, Laksamana Pertama TNI Yudhi Bramantyo, mengungkapkan bahwa mereka sedang menyusun strategi alternatif untuk membuka jalur evakuasi baru. Jalur ini akan diupayakan dari sisi kanan bangunan untuk menghindari risiko yang ditimbulkan oleh lempengan beton di sisi kiri. “Kita maksimalkan usaha ini dan kami mohon doanya untuk keselamatan tim dan keselamatan korban yang masih terjebak,” ungkap Yudhi.

Dalam situasi yang semakin genting ini, para petugas mulai menunjukkan tanda-tanda kelelahan. Memasuki hari ketujuh pencarian, para personel di lapangan mulai menghadapi tantangan fisik dan mental yang cukup berat. “Kondisi fisik anggota sudah mulai menurun. Kami berharap setiap anggota dari Basarnas, BPBD, dan relawan bisa menjaga kesehatan agar operasi bisa berjalan optimal,” kata Budi Irawan.

Hingga Minggu sore, jumlah korban yang berhasil dievakuasi mencapai 39 orang, sementara proses evakuasi baru mencapai sekitar 60 persen. Selain itu, 27 orang lainnya masih dinyatakan hilang, diduga kuat tertimbun di bawah reruntuhan bangunan ponpes. Angka ini berpotensi meningkat seiring berlanjutnya pencarian.

Penanganan risiko dan keselamatan personel menjadi fokus utama dalam operasi ini. Setiap langkah harus diperhitungkan secara matang agar bisa menghindari situasi darurat lebih lanjut yang dapat menelan korban jiwa. Dalam situasi darurat seperti ini, kerjasama antara berbagai pihak,baik pemerintah maupun masyarakat, menjadi hal yang sangat penting untuk memastikan setiap nyawa bisa terselamatkan.

Seiring berjalannya waktu, harapan untuk menemukan semua korban yang hilang tetap ada, meskipun tantangan yang dihadapi sangat berat. Masyarakat di sekitar juga diajak untuk memberikan dukungan moral kepada tim SAR yang berjuang tanpa lelah. Dalam setiap usaha penyelamatan, doa dan harapan menjadi bagian integral untuk menyemangati setiap individu yang terlibat dalam proses pencarian ini.

Source: www.suara.com

Exit mobile version