
Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari denda tilang kendaraan bermotor kini dapat dimanfaatkan oleh tiga lembaga penegak hukum Indonesia, yaitu Polri, Kejaksaan Agung, dan Mahkamah Agung. Kebijakan ini merupakan hasil upaya koordinasi selama lebih dari lima tahun oleh Korlantas Polri, dengan dukungan dari kedua lembaga tersebut. Sebelumnya, PNBP hanya tercatat sebagai penerimaan negara dan tidak bisa digunakan untuk kepentingan operasional penegakan hukum.
Keberhasilan dalam merumuskan kebijakan ini diakui oleh Kepala Korlantas Polri Irjen Pol Agus Suryonugroho. Dia menekankan bahwa PNBP tilang kini bukan sekadar angka, tetapi menjadi sumber daya yang nyata untuk meningkatkan pelayanan hukum dan keselamatan lalu lintas. "Ini adalah bukti sinergitas antara penegak hukum yang mampu melahirkan terobosan signifikan bagi masyarakat," ungkapnya.
Sejarah dan Proses Pengembangan Kebijakan
Proses ini diawali dengan pengelolaan PNBP yang sebelumnya dilakukan sepenuhnya oleh Kejaksaan, sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam UU Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan. Namun, penegakan hukum yang melibatkan pelanggaran lalu lintas sebenarnya membutuhkan kerjasama ketiga lembaga yaitu Polri, Mahkamah Agung, dan Kejaksaan Agung sebagai eksekutor hukum.
Selama hampir lima tahun, Kombes Pol I Made Agus Prasatya, yang mengawal proses tersebut, berhadapan dengan berbagai tantangan. Pada tahun 2022, ia mencatat adanya keraguan dari Kementerian Keuangan terkait distribusi PNBP, yang dianggap memerlukan landasan hukum lebih kuat. Namun, dialog yang intens antara Polri dan Kejaksaan Agung membuka jalan untuk inovasi kolaboratif melalui Criminal Justice System.
Proporsi Pembagian PNBP Tilang
Hasil dari kerjasama ketiga lembaga tersebut adalah kesepakatan mengenai proporsi pemanfaatan PNBP tilang. Kejaksaan Agung mendapatkan alokasi sebesar 40%, disusul Mahkamah Agung dengan 30%, dan Polri juga 30%. Pembagian ini dirumuskan oleh Tim Pokja bersama yang terdiri dari anggota ketiga lembaga.
Puncak dari proses ini adalah terbitnya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 100 Tahun 2024 yang resmi berlaku per 1 Januari 2025. Regulasi tersebut menjadi dasar hukum untuk pengajuan izin penggunaan dana PNBP tilang oleh Polri, Kejaksaan, dan Mahkamah Agung.
Manfaat bagi Masyarakat dan Lalu Lintas
Implementasi kebijakan pemanfaatan bersama PNBP tilang diharapkan dapat meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan dana. Selain itu, dana yang diperoleh dapat digunakan untuk berbagai tujuan, termasuk pengembangan Electronic Traffic Law Enforcement (ETLE) nasional, pemeliharaan keamanan lalu lintas, dan pendidikan untuk menciptakan budaya tertib berlalu lintas di kalangan masyarakat.
Agus Suryonugroho menegaskan bahwa langkah ini adalah tonggak sejarah dalam sinergitas penegak hukum di Indonesia. Melalui kolaborasi yang erat, ketiga lembaga diharapkan dapat meningkatkan kualitas layanan publik dan mencapai tujuan bersama dalam penegakan hukum yang lebih efektif.
Dengan demikian, PNBP tilang tidak hanya berfungsi sebagai sumber pendapatan negara, tetapi juga sebagai instrumen penting dalam menciptakan lingkungan lalu lintas yang lebih aman dan teratur bagi seluruh warga negara. Keterbukaan dan akuntabilitas dalam penggunaan dana ini menjadi harapan bagi banyak pihak agar manfaatnya dapat dirasakan secara langsung oleh masyarakat.
Source: nasional.sindonews.com





