
Di tengah potensi limbah kayu yang melimpah, Devasari Rahmawati berhasil menciptakan inovasi terobosan melalui Faber Instrument Indonesia (FII). Perusahaan yang didirikan di Desa Cipendawa, Kecamatan Pacet, Cianjur ini mengubah sisa limbah kayu jati menjadi perangkat audio berkualitas tinggi, seperti radio speaker bergaya vintage. Dengan filosofi “From Waste to Wisdom”, FII tidak hanya memproduksi alat audio, tetapi juga mengedepankan nilai lingkungan dan sosial, menjadikannya sebagai karya seni yang bermanfaat bagi masyarakat.
FII selaras dengan prinsip sustainable craftmanship, yang memberikan kesempatan kepada pengrajin lokal, termasuk perempuan dan penyandang tuna netra, untuk berpartisipasi dalam proses produksi. Salah satu produk unggulan mereka adalah radio Model Hafiz, yang mampu memutar 30 juz murottal Alquran dan berfungsi sebagai perangkat home audio serta dekorasi. Devasari menyatakan, “Melalui inovasi seperti Model Hafiz, FII membuktikan bahwa suara indah bisa lahir dari kepedulian terhadap manusia, budaya, dan bumi – The Sound of Art.”
Kini, produk-produk radio kayu dari FII dijual dengan harga antara satu hingga tiga juta rupiah. Kesuksesan besar FII terwujud pada tahun 2021, ketika radio Model Joglo meraih penghargaan Wood Awards di Inggris dan menjadi merchandise resmi dalam ajang COP26. Prestasi tersebut tidak hanya mengangkat nama FII, tetapi juga membuktikan bahwa produk anak bangsa dapat bersaing di dunia internasional sembari tetap mengakar pada nilai-nilai lokal.
Namun, Devasari tidak terhindar dari tantangan. Kesulitan dalam menjaga keberlanjutan produksi, terutama terkait sumber daya dan akses teknologi di desanya, menjadi hambatan. Untuk itu, ia memperkuat sistem produksi berbasis komunitas dengan menambah pelatihan untuk para pengrajin lokal dan memanfaatkan limbah kayu yang ada di sekitar. Kolaborasi dengan berbagai instansi, seperti kampus dan lembaga inovasi, juga menjadi cara untuk membangun ekosistem pengrajin yang mandiri dan efisien.
Mengikuti program Diplomat Success Challenge (DSC) Season 15 pada tahun 2024 menjadi momen penting dalam perjalanan FII. Melalui mentoring dan kompetisi, Devasari dapat mengubah visinya menjadi model bisnis yang berkelanjutan. Ia membagikan pengalamannya, “DSC bukan hanya lomba, tetapi ruang refleksi. Ini adalah pembuktian bahwa semangat bisnis yang berdampak dan kesuksesan komersial dapat berjalan seiring.”
Setelah bergabung dalam Diplomat Entrepreneur Network (DEN), Devasari mengamati perubahan signifikan dalam cara berpikir dan mengelola bisnisnya. FII kini tidak hanya berorientasi pada profit, tetapi juga manfaat sosial yang lebih luas. Berkat DEN, ia mendapatkan kesempatan untuk melakukan kolaborasi lintas sektor, yang memperluas dampak sosial FII, meningkatkan jumlah pengrajin yang terlibat dan memperkenalkan kisah FII ke panggung dunia.
Bagi Devasari, DSC dan DEN adalah tempat yang mendukung pertumbuhan para wirausaha. “Di sini saya belajar bahwa bisnis bukan hanya soal profit, tetapi juga membawa dampak positif,” ujarnya. Ia juga berpesan kepada calon peserta DSC, “Jangan takut memulai dari kecil. Yang besar selalu lahir dari keberanian pertama.”
Saat ini, DSC Season 16 sedang berlangsung, menawarkan hibah modal usaha sebesar 2,5 miliar rupiah untuk ide-ide bisnis baru yang membawa dampak positif. Program ini menjadi harapan baru bagi para wirausaha di Indonesia untuk berkontribusi dalam pembangunan sosial dan ekonomi, serta mendukung inovasi yang berkelanjutan.
Dengan dedikasi dan komitmen terhadap lingkungan, FII menunjukkan bahwa bisnis yang berorientasi pada dampak sosial tidak hanya mungkin, tetapi juga sangat dibutuhkan dalam era modern ini.
Source: www.medcom.id





