7 PMI Tewas di Kamboja Diduga Korban TPPO, Puan Serukan Perkuat Perlindungan

Ketua DPR Puan Maharani menyoroti kasus tragis yang menimpa tujuh Pekerja Migran Indonesia (PMI) asal Sumatera Utara yang tewas di Kamboja. Peristiwa ini, yang terjadi antara Januari hingga Oktober 2025, menjadi sinyal bahwa sistem perlindungan bagi PMI di Indonesia perlu diperkuat. “Data dari Sumatera Utara ini hanyalah salah satu contoh. Masih banyak daerah lain yang menghadapi persoalan serupa,” ungkap Puan dalam sebuah pernyataan pada 17 Oktober 2025.

Kasus tersebut menunjukkan adanya praktik perdagangan manusia dan eksploitasi tenaga kerja yang semakin kompleks. Puan mengingatkan bahwa modus baru yang memanfaatkan teknologi digital kini semakin meluas. Banyak calon PMI yang awalnya dijanjikan pekerjaan yang legal justru terjebak dalam kondisi yang menyedihkan, termasuk penahanan paspor dan ketidakpastian pembayaran gaji. “Setiap nyawa yang hilang akibat praktik ini menunjukkan bahwa negara harus hadir untuk melindungi warganya,” tegas Puan.

Puan juga menekankan pentingnya langkah terpadu dalam sistem perlindungan PMI. Dia menjelaskan perlunya pencatatan dan pemantauan yang lebih ketat terhadap calon pekerja migran. Selain itu, pengawasan terhadap agen penyalur juga harus diperkuat. Layanan konsuler perlu siap memberikan pendampingan hukum dan rehabilitasi bagi korban. “Praktik tindak pidana perdagangan orang (TPPO) harus ditindak tegas,” tambahnya.

Dalam konteks ini, edukasi dan kampanye anti-TPPO, serta penipuan daring harus digencarkan, terutama di wilayah dengan tingkat pengangguran yang tinggi. Puan menjelaskan, perlindungan pekerja migran tidak hanya menjadi tanggung jawab satu kementerian atau lembaga. “Ini adalah tanggung jawab bersama yang membutuhkan koordinasi lintas sektor dan kerja sama regional,” jelasnya.

Lebih lanjut, kejadian ini mengharuskan pemerintah menata ulang sistem perlindungan bagi pekerja migran. Setiap WNI yang bekerja di luar negeri harus merasa aman dan terlindungi, serta mendapatkan hak-hak mereka secara penuh. “Negara wajib hadir dari hulu hingga hilir, mulai dari edukasi masyarakat, pengawasan agen penyalur, hingga pemulangan dan rehabilitasi korban,” papar Puan.

Informasi dari Balai Pelayanan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP3MI) Sumut menyebutkan bahwa para PMI yang meninggal dunia sebelumnya berangkat melalui jalur non-prosedural. Mereka terlibat dalam pekerjaan yang tidak sesuai dengan informasi awal yang mereka terima, sehingga diduga menjadi korban TPPO.

Situasi di Kamboja ini menggambarkan tantangan yang dihadapi banyak PMI ke luar negeri. Berbagai laporan menunjukkan bahwa penyimpangan dalam prosedur keberangkatan sering kali mengarah kepada eksposur yang lebih besar terhadap risiko perdagangan manusia. Hal ini membuat ketentuan dan pengawasan terhadap perekrutan calon PMI menjadi lebih mendesak.

Puan mengingatkan bahwa penegakan hukum terhadap sindikat perdagangan manusia, khususnya yang beroperasi lintas negara, harus menjadi prioritas. Upaya untuk memperkuat sistem perlindungan pekerja migran membutuhkan kerjasama yang solid antara berbagai pihak, termasuk kementerian, lembaga pemerintah, dan organisasi non-pemerintah.

Puan menambahkan bahwa langkah-langkah ini harus diterapkan secara menyeluruh untuk memastikan tidak ada lagi warga negara yang kehilangan nyawa di tangan sindikat kriminal. Pergumulan ini sangat penting, mengingat banyak PMI yang merupakan tulang punggung keluarga mereka di Indonesia.

Kasus tewasnya tujuh PMI dapat menjadi momentum untuk memulai reformasi yang berarti dalam sistem perlindungan bagi pekerja migran. Dengan perbaikan yang tepat, diharapkan setiap pekerja migran dapat merasa aman dan terlindungi, serta dignitas mereka sebagai manusia tidak terabaikan.

Source: nasional.sindonews.com

Exit mobile version