Korlantas Polri telah mengambil langkah signifikan dengan membekukan sementara penggunaan sirene dan rotator yang berbunyi ‘tot tot wuk wuk’ dalam kegiatan pengawalan. Kebijakan ini bertujuan untuk mendukung semangat reformasi Polri, dengan menekankan pada akuntabilitas dan transparansi sebagai prinsip utama perubahan dalam institusi kepolisian. Hal tersebut dinyatakan oleh Kakorlantas Polri, Irjen Agus Suryonugroho, dalam keterangan resmi yang disampaikan pada tanggal 19 Oktober 2025.
Agus menjelaskan bahwa langkah ini diambil untuk membangun kembali kepercayaan masyarakat terhadap kepolisian. Dia menegaskan pentingnya memastikan bahwa setiap kegiatan operasional di lapangan berpihak pada kepentingan publik dan bebas dari praktik-praktik nonprosedural. Dengan kebijakan ini, Korlantas Polri berusaha untuk menegakkan standar operasi dan perilaku anggota polisi lalu lintas agar sejalan dengan prinsip pelayanan publik yang profesional dan humanis.
Di dalam keterangannya, Agus menegaskan bahwa evaluasi menyeluruh terhadap standar penggunaan isyarat suara dan visual akan dilakukan. Hal ini bertujuan agar segala sesuatu yang diterapkan sesuai dengan ketentuan yang ada dan tidak menimbulkan keresahan di kalangan pengguna jalan. “Tidak ada toleransi bagi penggunaan fasilitas pengawalan untuk kepentingan pribadi,” tambahnya, memberikan sinyal kuat bahwa keseriusan reformasi dijunjung tinggi oleh institusi ini.
Sebelum keputusan tersebut, pada bulan September 2025, Agus telah memutuskan untuk menghentikan penggunaan strobo dan sirene yang berbunyi ‘tot tot wuk wuk’ khususnya di saat lalu lintas sedang padat. “Saya bekukan untuk pengawalan menggunakan suara-suara itu karena ini juga masyarakat terganggu,” pungkasnya. Keputusan ini juga menunjukkan responsif Polri terhadap keluhan masyarakat tentang gangguan yang ditimbulkan oleh penggunaan sirene tersebut.
Masyarakat di berbagai daerah, termasuk Jakarta, menyaksikan perubahan ini. Suasana jalan menjadi lebih tenang, dan pengguna jalan merasa lebih nyaman tanpa adanya suara sirene yang mengganggu saat mereka beraktivitas. Upaya ini diharapkan dapat mengubah pandangan masyarakat tentang pola pengawalan yang selama ini dianggap mengganggu.
Dalam konteks lebih luas, kebijakan ini juga menjadi bagian dari komitmen berkelanjutan Polri dalam membangun internal yang lebih baik. Reformasi ini tidak hanya terfokus pada pemanfaatan sumber daya, tetapi juga pada etika dalam melayani masyarakat. Kegiatan pengawasan dan evaluasi akan menjadi kunci dalam memastikan bahwa perubahan ini bukan hanya sekadar wacana, tetapi juga terlihat dalam praktik sehari-hari.
Agus menekankan bahwa semua perubahan harus mencerminkan prinsip pelayanan publik yang bersih dan responsif. Ke depan, Korlantas Polri berencana untuk merancang panduan yang jelas tentang penggunaan sirene dan rotator agar tidak menimbulkan kebingungan. Kebijakan ini akan diharapkan bisa membuat masyarakat merasa lebih aman dan nyaman saat beraktivitas di jalan raya.
Langkah Korlantas untuk membekukan penggunaan sirene ini mencerminkan kepedulian kepolisian terhadap masukan masyarakat dan upaya untuk beradaptasi dengan kebutuhan zaman. Transparansi dan akuntabilitas menjadi pondasi penting untuk membangun kepercayaan publik. Melalui upaya ini, Polri diharapkan dapat menunjukkan bahwa reformasi bukan hanya sekadar jargon, melainkan langkah konkrit yang diambil demi kesejahteraan masyarakat.
Dengan pengawasan dan evaluasi yang berkelanjutan, Korlantas Polri berkomitmen untuk melayani dengan baik dan mewujudkan keinginan masyarakat untuk tata kelola lalu lintas yang lebih baik dan lebih manusiawi. Ini adalah sebuah langkah yang signifikan dalam perjalanan panjang reformasi kepolisian di Indonesia.
Source: www.inews.id





