
Ketua Komisi XIII DPR, Willy Aditya, telah mengusulkan agar Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) menjadi satuan kerja mandiri dan tidak lagi berada di bawah naungan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM). Usulan ini diharapkan dapat memperkuat lembaga tersebut dan merupakan implementasi dari Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS).
Dalam pernyataannya, Willy Aditya menekankan pentingnya penguatan kelembagaan Komnas Perempuan. Ia menyatakan, "Komisi XIII DPR akan mendorong Komnas Perempuan menjadi satker mandiri, tidak lagi di bawah Komnas HAM. Ini untuk penguatan kelembagaan karena sudah tertuang sebagai amanat dalam UU TPKS." Hal ini menunjukkan komitmen DPR untuk meningkatkan efektivitas Komnas Perempuan dalam menangani isu-isu terkait kekerasan terhadap perempuan.
Pendapat Willy Aditya mencerminkan keyakinannya bahwa Komnas Perempuan memiliki peran penting dalam lahirnya UU TPKS. Oleh karena itu, lembaga ini sepatutnya mendapatkan ruang kelembagaan yang lebih kuat dan independen. Ia menegaskan, "UU TPKS tidak boleh berhenti di atas kertas. Ia harus menjadi alat gerakan sosial untuk mengubah perilaku, membangun kesadaran, dan menciptakan solusi nyata di masyarakat."
Kemandirian Komnas Perempuan
Usulan pemisahan ini dianggap sebagai langkah strategis untuk menjamin bahwa pelaksanaan UU TPKS dapat berjalan dengan lebih maksimal. Willy percaya, jika Komnas Perempuan berdiri sendiri, dampak perlindungan terhadap korban kekerasan seksual dapat dirasakan lebih nyata. Selain itu, Komisi XIII DPR juga berkomitmen untuk mendukung kinerja Komnas Perempuan, baik dari segi anggaran maupun pengawasan implementasi UU TPKS.
Willy menegaskan kembali pentingnya harmonisasi kebijakan lintas sektor agar perjuangan hak-hak perempuan tidak hanya berhenti di ruang advokasi. "Kami ingin memastikan perjuangan hak-hak perempuan tidak berhenti di ruang advokasi, tetapi berbuah pada kehidupan nyata," ujarnya.
Sejarah dan Konteks Komnas Perempuan
Komnas Perempuan didirikan pada tahun 1998, sebagai respons terhadap meningkatnya kekerasan terhadap perempuan di Indonesia. Sejak saat itu, lembaga ini berfokus pada advokasi, penelitian, edukasi, dan penanganan kasus-kasus kekerasan berbasis gender. Namun, selama ini, Komnas Perempuan beroperasi di bawah naungan Komnas HAM, yang kadang mempengaruhi fokus dan kekuatannya dalam menangani isu-isu spesifik terkait perempuan.
Dengan adanya UU TPKS, yang secara khusus mengatur tindak pidana kekerasan seksual, ada harapan bahwa fokus terhadap isu ini bisa lebih terarah. Pemisahan ini juga diharapkan dapat meningkatkan citra Komnas Perempuan sebagai lembaga independen yang berkomitmen dalam perlindungan dan pemberdayaan perempuan.
Rencana untuk Pelaksanaan UU TPKS
Ke depan, keberadaan Komnas Perempuan yang mandiri bisa menjadi jembatan untuk mengimplementasikan UU TPKS dengan lebih baik. Pelaksanaan UU ini memerlukan koordinasi yang baik antara pemerintah, lembaga swadaya masyarakat, dan masyarakat itu sendiri. Willy menambahkan, "Melalui dukungan dan pengawasan berkelanjutan, kami berharap UU TPKS tidak hanya menjadi kebijakan di atas kertas, tetapi benar-benar dapat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat, khususnya bagi perempuan."
Pemetaan dan pendekatan yang tepat akan menjadi kunci agar UU TPKS dapat diimplementasikan secara efektif. Dengan dukungan penuh dari DPR dan masyarakat, harapan akan perlindungan bagi korban kekerasan seksual dapat terwujud dengan lebih baik melalui kelembagaan yang lebih kuat.
Dengan rencana pemisahan ini, diharapkan Komnas Perempuan dapat lebih fokus dalam menangani masalah-masalah gender, dan peran perempuan dalam masyarakat bisa lebih mendapatkan perhatian yang semestinya.
Source: www.beritasatu.com





