
Setahun pasca dilantik, Presiden Prabowo Subianto telah berhasil mengarahkan ulang diplomasi luar negeri Indonesia dengan menekankan pentingnya diplomasi maritim. Dalam konteks global yang terus berubah, laut kini berperan sebagai pilar utama dalam diplomasi, ekonomi, dan pertahanan, bukan sekadar batas wilayah. Langkah ini diambil sebagai respons atas berbagai tantangan dan peluang di kawasan Indo-Pasifik, di mana Indonesia bercita-cita menjadi kekuatan penyeimbang baru.
Menurut Capt. Marcellius Hakeng Jayawibawa, seorang pengamat maritim dari IKAL Strategic Center (ISC), visi Poros Maritim Dunia kini mulai terwujud dalam sejumlah kebijakan nyata. Kebijakan tersebut meliputi penguatan armada patroli laut, peningkatan riset kelautan, dan diplomasi aktif di kawasan. Capt. Hakeng menegaskan bahwa langkah-langkah ini menunjukkan keseriusan pemerintah dalam menjadikan Indonesia sebagai kekuatan maritim yang dihormati.
Dengan wilayah seluas 7,81 juta kilometer persegi dan 77% di antaranya merupakan lautan, Indonesia memiliki potensi besar untuk mengembangkan kekuatan maritim global. Potensi ekonomi kelautan Indonesia diperkirakan dapat mencapai USD1,338 triliun per tahun, dan mampu menyerap sekitar 45 juta tenaga kerja dalam sektor perikanan, energi laut, pariwisata bahari, bioteknologi, serta logistik. Sayangnya, potensi ini juga menghadapi tantangan, seperti eksploitasi berlebihan terhadap sumber daya laut dan ketegangan di jalur pelayaran internasional.
Strategi diplomasi maritim Indonesia pekan lalu mendapat ujian dari realitas dunia yang bergejolak, seperti konflik Rusia-Ukraina dan ketegangan di Laut Cina Selatan. Capt. Hakeng mengungkapkan bahwa harga minyak yang melonjak dan lonjakan tarif logistik internasional menunjukkan bahwa keamanan laut kini bukan hanya masalah militer, tetapi juga mencakup aspek ekonomi yang strategis. Dalam konteks ini, peran Indonesia di kawasan Indo-Pasifik menjadi semakin krusial.
Pemerintah Indonesia telah mengambil langkah-langkah strategis dengan memperkuat kerja sama keamanan maritim melalui ASEAN dan Indian Ocean Rim Association (IORA). Modernisasi TNI Angkatan Laut dan Badan Keamanan Laut (Bakamla) juga menjadi bukti komitmen tersebut. Dengan penambahan kapal perang serta sistem patroli laut yang terintegrasi, Indonesia semakin siap mempertahankan kedaulatan maritimnya.
Dalam rencana pembangunan sektor pertahanan, dukungan untuk industri dalam negeri sangat diprioritaskan. Pengadaan teknologi baru seperti korvet Merah Putih dan kapal cepat rudal menunjukkan bahwa pertahanan maritim dan diplomasi berjalan seiring. Capt. Hakeng berpendapat, pertahanan maritim merupakan kunci untuk mendukung diplomasi, agar laut tetap menjadi ruang damai dan sumber kehidupan bagi bangsa.
Aktivitas diplomasi maritim juga penting dalam menjaga citra Indonesia di panggung internasional. Indonesia semakin aktif menyuarakan keadilan dalam pemanfaatan sumber daya laut dan pelestarian ekosistem. Capt. Hakeng menegaskan, Indonesia tidak hanya berfungsi sebagai pengguna laut, tetapi harus juga berperan sebagai penjaga moralnya.
Politik luar negeri Indonesia yang mengusung prinsip bebas aktif dan nilai-nilai Pancasila menjadi landasan bagi diplomasi maritim ini. Capt. Hakeng menyarankan agar laut ditempatkan sebagai pusat kesadaran pembangunan nasional. Menjadi negara maritim sejati harus diimbangi dengan kesadaran akan kesejahteraan, diplomasi, dan pertahanan moral.
Dalam upaya mengoptimalkan potensi laut, Capt. Hakeng memperingatkan bahwa visi tersebut harus dijalankan dengan konsisten. Jika Indonesia mampu menerapkan prinsip-prinsip ini, negara ini tidak hanya akan disegani karena kekuatannya tetapi juga dihormati karena kebijaksanaannya. Diplomasi maritim Indonesia di era Presiden Prabowo Subianto bertujuan untuk menjadikan laut sebagai sumber kesejahteraan dan kekuatan strategis, sekaligus simbol dari komitmen Indonesia terhadap perdamaian dunia.
Source: nasional.sindonews.com





