Masyarakat Panjalin Subang Pertahankan Tradisi Ruwat Bumi Ratusan Tahun

Tradisi Ruwat Bumi yang telah berlangsung selama ratusan tahun kembali diadakan di Dusun Panjalin, Desa Dukuh, Kecamatan Ciasem, Kabupaten Subang, Jawa Barat. Ritual ini merupakan bentuk ungkapan syukur masyarakat setempat atas limpahan hasil bumi dan keselamatan yang diterima sepanjang tahun. Kegiatan ini tidak hanya sebagai sebuah ritual, tetapi juga sebagai sarana untuk menjalin silaturahmi antarwarga dan melestarikan budaya lokal.

Prosesi Ruwat Bumi dimulai sejak pagi hari, di mana warga desa bersama-sama mengarak hasil bumi seperti sayur-sayuran dan buah-buahan yang ditata sedemikian rupa menjadi gunungan atau yang dikenal juga dengan istilah “dongdang”. “Kami mengumpulkan hasil bumi yang kami miliki untuk diramaikan dalam arak-arakan ini,” ungkap Ali Sham, seorang tokoh Dusun Panjalin. Dalam tradisi ini, masyarakat juga mengarak boneka semar berukuran besar yang melambangkan kehidupan dan keberkahan.

Ritual ini mempunyai makna mendalam, baik dalam konteks spiritual maupun sosial. “Ngaruwat bumi adalah ungkapan syukur kami atas hasil yang diperoleh dari bumi dan pengharapan untuk setahun ke depan,” tambah Ali Sham. Selain itu, ritual ini juga menjadi media untuk menghormati para leluhur yang telah memberikan berkah dan pelindungan kepada generasi sekarang.

Tradisi ini sangat penting bagi masyarakat Panjalin, karena menjadi pengingat bahwa kekuatan desa tidak hanya didasarkan pada sumber daya alam, melainkan juga pada semangat gotong royong. “Ini adalah saat di mana kita semua berkumpul dan menunjukkan bahwa kita memiliki kesadaran untuk menjaga dan melestarikan warisan budaya kita bersama,” papar Sham. Masyarakat saling membantu dalam persiapan dan pelaksanaan prosesi, yang merupakan contoh nyata dari semangat gotong royong.

Setelah arak-arakan selesai, gunungan hasil bumi diserbu oleh warga yang ingin mendapatkan sayur dan buah-buahan tersebut. Rumi, seorang warga berusia 35 tahun, mengungkapkan kegembiraannya. “Alhamdulillah, saya dapat sayuran tiga macam, yaitu pare, terong, dan buah-buahan. Semoga berkah dan bisa dinikmati bersama keluarga,” katanya. Keberlangsungan kebudayaan seperti ini tentunya memperkuat kohesi sosial dalam komunitas.

Ruwat Bumi juga diisi dengan seni tradisional, seperti pantun kecapi, yang menambah suasana meriah. Acara ditutup dengan pertunjukan wayang golek dari Giri Harga 3 Bandung, yang menjadi salah satu daya tarik bagi masyarakat setempat dan para pengunjung. Pertunjukan seni ini tidak hanya momen hiburan, tetapi juga sebagai sarana untuk mengedukasi generasi muda tentang nilai-nilai budaya dan sejarah lokal.

Tradisi seperti Ruwat Bumi memainkan peranan penting dalam memelihara kesadaran masyarakat akan pentingnya menghargai alam dan budaya. Selain itu, aktivitas ini dapat dijadikan sebagai daya tarik wisata, yang mendukung perekonomian lokal. Karena itu, pelaksanaan acara ini mendapat sambutan hangat, bukan hanya dari warga lokal, tetapi juga dari para pengunjung yang terpikat oleh keunikan dan kehangatan tradisi masyarakat Panjalin.

Dengan demikian, Ruwat Bumi menjadi lebih dari sekadar ritual; ia menjadi jembatan antara masa lalu dan masa depan, yang mengingatkan kita akan tanggung jawab kita terhadap bumi dan budaya kita sendiri. Hasil panen yang dipersembahkan adalah perwujudan dari rasa syukur dan harapan, sekaligus menjadi pengingat bagi generasi mendatang akan pentingnya melestarikan tradisi ini.

Source: mediaindonesia.com

Exit mobile version