Salah satu buron terkenal dalam kasus korupsi kredit fiktif di sebuah bank BUMN di Nusa Tenggara Timur (NTT) akhirnya menyerahkan diri. Tersangka tersebut, yang dikenal dengan inisial SM, menyerahkan diri kepada pihak berwajib pada Selasa, 28 Oktober 2025. Tangkapan ini menandai sebuah kemajuan dalam penegakan hukum terkait dugaan penyimpangan yang merugikan negara hingga miliaran rupiah ini.
Kepala Kejaksaan Negeri Sikka, Henderina Malo, menyatakan bahwa SM adalah salah satu dari delapan tersangka yang terlibat dalam tindakan korupsi yang berlangsung di tiga unit bank BUMN, yaitu Unit Kewapante, Unit Nita, dan Unit Paga. Sejak penetapan tersangka, dua nama lainnya—ADES dan DDH—masih dalam status buron. Penjara 20 hari akan dijalani oleh SM untuk memfasilitasi proses hukum lebih lanjut, sesuai pernyataan Okky Prastyo Ajie, Kepala Seksi Intel Kejari Sikka.
Kasus ini mengangkat masalah serius terkait kecurangan dalam program kredit yang seharusnya bertujuan untuk meningkatkan ekonomi masyarakat. Para tersangka diduga menggunakan modus operandi yang cerdik, termasuk memanipulasi dokumen serta memperdaya nasabah. Mulai dari mengubah data untuk memenuhi syarat pengajuan kredit, sampai melibatkan calo yang menyesatkan pemohon kredit.
Dari hasil audit, terungkap bahwa kerugian negara akibat tindakan ini berbeda-beda di tiap unit bank. Unit Nita melaporkan kerugian sebesar Rp1,1 miliar, sementara Unit Kewapante dan Unit Paga masing-masing mengalami kerugian sebesar Rp1,3 miliar dan Rp1,1 miliar. Kegiatan ini berlangsung antara tahun 2021 hingga 2023 dengan akumulasi kerugian yang mencolok.
Berdasarkan informasi dari pihak Kejari Sikka, terdapat berbagai modus yang digunakan korban untuk mendapatkan pencairan kredit. Di antaranya, beberapa nasabah dipaksa untuk menggunakan identitas mereka dengan imbalan yang jauh lebih kecil dari nilai kredit yang seharusnya mereka terima. Hal ini menciptakan kesan bahwa para nasabah mampu memenuhi persyaratan kredit, padahal kenyataannya, mereka tidak memegang kendali atas dana tersebut.
Tindakan kelas berat ini dijerat menggunakan Pasal 2 Ayat (1) juncto Pasal 18 dan Pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Jika terbukti bersalah, para tersangka menghadapi hukuman yang berat, termasuk kemungkinan penjara yang berkepanjangan.
Kejaksaan Negeri Sikka tetap berkomitmen untuk menyelesaikan kasus ini. Masyarakat pun mengharapkan agar semua pihak yang terlibat dapat diusut tuntas untuk memberikan rasa keadilan. Penetapan SM sebagai dokumentasi penting dalam proses hukum ini menambah keyakinan bahwa aparat penegak hukum bekerja keras dalam memberantas korupsi di BUMN.
Meskipun satu tersangka telah menyerahkan diri, perhatian kini terfokus pada dua orang lainnya, ADES dan DDH, yang masih dapat menangkap pihak berwenang. Kepolisian diharapkan dapat segera memberikan tindakan tegas agar tidak ada lagi celah untuk tindakan korupsi serupa di masa depan.
Keberadaan kasus ini juga mencerminkan perlunya pengawasan yang lebih ketat terhadap mekanisme pencairan kredit di lembaga keuangan. Melalui pembelajaran dari kasus ini, diharapkan ada perubahan signifikan dalam sistem yang mampu mencegah korupsi, serta memberikan kepercayaan kembali kepada masyarakat atas layanan perbankan.
Pihak kejaksaan menegaskan bahwa isu ini sangat penting demi membangun integritas dan transparansi dalam sistem keuangan negara. Dengan penangkapan ini dan berlanjutnya proses hukum, harapan untuk penegakan hukum yang lebih baik pun membara.
Source: www.viva.co.id
