Para perajin tahu dan tempe di Provinsi Lampung masih tergantung pada kedelai impor untuk bahan baku utama produksi. Meskipun kedelai lokal tersedia, banyak perajin berpendapat bahwa kualitas kedelai yang diimpor jauh lebih baik. Hal ini mengakibatkan mereka tetap memilih kedelai impor, meski harga mungkin lebih tinggi.
Sendi Ferdian, salah satu perajin dari Kelurahan Jagabaya III, Bandar Lampung, mengungkapkan bahwa harga kedelai saat ini berkisar Rp9.400 per kilogram. Menariknya, harga tersebut tidak mengalami kenaikan dibandingkan bulan sebelumnya. “Saya beli dari distributor, dan harga masih sama. Belum ada perubahan,” tutur Sendi.
Kedelaian impor ini memang lebih diminati lantaran menghasilkan tahu dan tempe yang lebih berkualitas. Sendi menambahkan bahwa meskipun ada pilihan kedelai lokal yang lebih murah, mereka tetap memilih kedelai impor agar produk yang dihasilkan tetap berkualitas. Ia juga mengingatkan bahwa jika harga bahan baku naik signifikan, perajin biasanya hanya dapat mengurangi ukuran produk mereka. Namun, cara ini sering kali memicu protes dari konsumen.
Hal serupa disampaikan oleh Amuh, perajin lainnya di Kelurahan Gunung Sulah, yang mencatat harga kedelai pada kisaran Rp9.500 per kilogram. Dia menyatakan, harga kedelai ini jauh lebih baik dibandingkan dengan tahun lalu, di mana harga sempat melonjak hingga Rp12.000 per kilogram. “Sudah puluhan tahun kami tidak menggunakan kedelai lokal,” ungkap Amuh.
Amuh juga menyoroti masalah daya beli masyarakat yang menurun. Ia khawatir bahwa meskipun pasokan kedelai stabil, lesunya pasar dapat mengancam pendapatan perajin. "Kalau harga naik, penghasilan otomatis turun. Karena itu, kami cenderung mengurangi ukuran produk,” ujarnya.
Pasokan Kedelai di Lampung
Umiati, seorang distributor kedelai di Purwodadi Dalam, Lampung Selatan, mengonfirmasi bahwa harga kedelai super kini berada di angka Rp9.500 per kilogram. Meskipun demikian, ia mencatat adanya penurunan dalam pembelian. “Dulu, sembilan ton habis dalam 25 hari, sekarang hanya enam ton dalam sebulan,” katanya. Hal ini juga dipengaruhi oleh banyaknya pedagang keliling yang menawarkan kedelai dengan kualitas yang bervariasi.
Bintang Bayu, Ketua Paguyuban Tahu Tempe Dusun 3, juga mencatat bahwa harga kedelai di koperasi tempatnya berkisar pada angka yang sama. Ia menilai, harga ini masih dalam rentang yang wajar dan memberikan margin yang cukup. Meskipun pasokan kedelai tetap tersedia, tantangan dalam penjualan semakin besar akibat banyaknya produk dari luar daerah yang masuk ke pasar lokal.
Kondisi Pasar dan Kebijakan
Ketua Asosiasi Kedelai Indonesia (Akindo), Hidayatullah Suragala, menjelaskan bahwa harga kedelai di Lampung memang terpantau stabil, berkisar antara Rp9.400 hingga Rp9.500 per kilogram. Harga ini dianggap normal dan wajar. Menurut Hidayat, meskipun ada kenaikan harga di pasar global, diharapkan tidak akan terjadi gejolak besar yang dapat memengaruhi pasar lokal hingga akhir 2025.
“Pasokan kedelai nasional masih mencukupi kebutuhan perajin untuk dua bulan ke depan, berkisar antara 220.000 hingga 250.000 ton per bulan,” pungkas Hidayat. Dalam lima tahun terakhir, permintaan kedelai di Indonesia cenderung stagnan, berada di kisaran 2,6 hingga 3 juta ton per tahun.
Melihat kondisi ini, tantangan yang dihadapi para perajin tidak hanya terkait dengan harga dan pasokan kedelai, tetapi juga dengan keinginan untuk menjaga kualitas produk dan bertahan dalam persaingan yang semakin ketat.
Source: mediaindonesia.com
