Banjir yang melanda Jalur Pantura Semarang dan Demak telah memberikan dampak yang signifikan bagi pengusaha truk dan sopir di wilayah tersebut. Sejak lebih dari sepekan yang lalu, jalan Kaligawe Raya di Kota Semarang dan Sayung di Kabupaten Demak terendam air akibat curah hujan yang tinggi dan pasang air laut, menyebabkan kerugian besar bagi sektor angkutan barang.
Berdasarkan pemantauan Media Indonesia, situasi di lapangan menunjukkan bahwa banjir ini tidak hanya menggenangi jalur utama, tetapi juga jalur alternatif yang membuat arus lalu lintas terhambat hingga belasan kilometer. Banyak kendaraan, baik besar maupun kecil, mengalami kerusakan pada mesin dan mogok di tengah jalan. Akibatnya, petugas kepolisian dan relawan terpaksa berada di lokasi selama 24 jam untuk membantu pengendara yang terjebak dalam kemacetan.
Suryadi, seorang sopir truk berusia 45 tahun, menceritakan pengalaman pahitnya. Ia tidak bisa melintasi jalan yang terendam banjir selama dua hari, mengakibatkan uang makan yang ia miliki habis. Pengalaman serupa disampaikan oleh Trenggono, seorang sopir truk lainnya yang mengaku perjalanan dari Demak ke Semarang yang biasanya hanya memakan waktu satu jam kini meleset menjadi enam jam akibat terjebak macet.
Sementara itu, Haryono, seorang sopir dan kernet, menambahkan bahwa kerugian yang dialami mereka cukup besar. Umumnya, mereka mendapatkan uang dari sisa ongkos perjalanan berkisar antara Rp300 ribu hingga Rp500 ribu, namun dengan kondisi saat ini, pendapatan tersebut hilang.
Kerugian Pengusaha Truk
Kerugian yang dihadapi pengusaha angkutan barang juga sangat besar. Ketika banjir berdampak pada operasional truk, menurut Ketua Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo) Jateng dan DIY, Bambang Widjanarko, kerugian yang ditanggung bisa mencapai miliaran rupiah. Dalam kondisi normal, truk bisa beroperasi secara penuh, tetapi selama banjir ini, banyak dari mereka yang tidak dapat beroperasi.
Bambang menjelaskan, kerugian rata-rata dari setiap truk yang tidak beroperasi bisa mencapai Rp1 juta per hari. Selain itu, kerusakan yang dialami kendaraan saat terjebak di banjir memerlukan biaya perbaikan antara Rp20 juta hingga Rp50 juta. Prolongasi waktu terendam banjir berdampak negatif terhadap kondisi kendaraan, seperti kaki-kaki truk yang lebih mudah rusak dan bodi truk yang dapat menjadi keropos.
Lebih lanjut, Bambang juga menyoroti bahwa para sopir merasakan dampak paling besar dari masalah ini. Dalam kondisi normal, mereka dapat melakukan perjalanan bolak-balik Jakarta-Surabaya hingga enam kali dalam sebulan. Namun, selama periode banjir, mereka hanya dapat melakukannya maksimal tiga kali, sehingga pendapatan mereka menurun hingga 50 persen.
Masalah Klasik Banjir
Banjir yang melanda daerah ini bukanlah masalah baru. Menurut Bambang Widjanarko, permasalahan ini telah berlangsung lama, tetapi kondisi saat ini diperparah oleh proses pengerjaan proyek tanggul laut raksasa. Proyek tersebut bertujuan untuk mengendalikan aliran air laut ke daratan, namun memperlambat aliran air banjir ke laut, sehingga banjir menjadi lebih berkepanjangan.
Dampak kenaikan muka air laut serta penurunan tanah juga semakin mengakibatkan kawasan industri di Terboyo dan Genuk rentan terhadap banjir setiap tahunnya. Kondisi ini menyebabkan kekhawatiran akan berkelanjutan kerugian bagi para pengusaha dan sopir truk di Pantura Semarang dan Demak.
Situasi yang tepat dan satu solusi jangka panjang dibutuhkan agar kerugian yang diderita pengusaha dan sopir bisa diminimalisir. Pengusaha truk dan sopir berharap ada perhatian serius dari pemerintah dalam menangani masalah banjir ini agar aktivitas ekonomi dapat kembali normal.
Source: mediaindonesia.com





