
Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, baru-baru ini membantah laporan mengenai rencana serangan militer terhadap Venezuela. Bantahan ini muncul di tengah meningkatnya ketegangan antara kedua negara dan kehadiran militer AS yang semakin intens di kawasan tersebut. Dalam pernyataannya, Trump menyebutkan bahwa laporan tersebut tidak benar, meski sebelumnya media seperti The Wall Street Journal melaporkan bahwa Gedung Putih sedang mempertimbangkan potensi operasi militer di Venezuela, termasuk pengidentifikasian target-target strategis.
Sebelumnya, Trump telah menuduh pemerintahan Presiden Venezuela, Nicolás Maduro, mendukung kartel narkoba, menyebut mereka sebagai “narkoteroris.” Ketegangan ini semakin diasah oleh langkah-langkah militer AS yang telah menghancurkan setidaknya 14 kapal yang diduga terlibat dalam perdagangan narkoba di Karibia, yang mengakibatkan kematian lebih dari 61 orang, menurut laporan Reuters.
Di lautan yang lebih luas, Trump mengarahkan armada angkatan lautnya menuju wilayah tersebut, termasuk kapal induk USS Gerald R. Ford, dan juga memberikan izin untuk melakukan operasi rahasia CIA di Venezuela. Hal ini menunjukkan langkah agresif yang berpotensi membahayakan hubungan kedua negara.
Dalam jawaban kepada wartawan di pesawat Air Force One pada 31 Oktober 2025, Trump menegaskan, “Tidak. Itu tidak benar,” merujuk pada spekulasi tentang serangan militer. Meskipun demikian, ia juga menyebutkan bahwa AS mungkin harus menyerang target di darat, meski menegaskan bahwa serangan tersebut bukan bertujuan untuk menggulingkan Maduro, yang saat ini berada dalam daftar pencarian orang oleh FBI.
Dari pihak Maduro, ia bersikeras menolak tuduhan perdagangan narkoba, dan berjanji untuk melindungi negara jika terjadinya invasi dari AS. Pekan lalu, ia juga mengecam kebijakan Washington yang dianggapnya menciptakan konflik baru, dan menyerukan untuk menjaga perdamaian. Respon keras juga datang dari Presiden Kolombia, Gustavo Petro, yang mengkritik tindakan AS, menyebutkan bahwa serangan yang diluncurkan telah menewaskan warga sipil, termasuk seorang nelayan biasa yang tidak memiliki keterkaitan dengan kartel.
Lebih jauh, situasi ini menggambarkan dinamika politik yang rumit di kawasan Amerika Selatan. Kedua negara saling tuding dan menunjukkan ketegangan yang kian memanas. Sementara itu, sejumlah analis berpendapat bahwa langkah-langkah militer AS dapat memperburuk keadaan di Venezuela, di mana masyarakat lokal sudah menghadapi krisis kemanusiaan yang serius akibat masalah ekonomi dan politik internal.
Dalam pengembangan terkini, pemerintah Venezuela tidak hanya berupaya untuk mempertahankan diri, tetapi juga mencari dukungan dari sekutu regional maupun global. Langkah ini menjadi penting, mengingat situasi geopolitik yang semakin kompleks, di mana aliansi dan kerja sama internasional memainkan peran yang krusial.
Ketidakpastian dan kompleksitas situasi ini menunjukkan bahwa ketegangan antara AS dan Venezuela masih jauh dari kata selesai. Sementara Trump secara tegas membantah rencana serangan, langkah-langkah militer yang sedang dilakukan di sekitarnya tetap menjadi fokus perhatian internasional, memperingatkan potensi dampak yang lebih besar terhadap stabilitas kawasan.
Dalam konteks yang lebih luas, reaksi masyarakat internasional terhadap ketegangan ini juga menarik untuk dicermati, terutama tindakan negara-negara lain yang mungkin berupaya untuk menengahi atau berempati terhadap situasi di Venezuela. Hal ini menjadi aspek penting dalam memahami dinamika yang lebih besar dari geopolitik global dan dampaknya terhadap keamanan serta kesejahteraan warga sipil.
Source: news.okezone.com





