Ketua Umum Relawan Pro-Jokowi (Projo), Budi Arie Setiadi, baru-baru ini mengisyaratkan kemungkinan bahwa Presiden Joko Widodo tidak akan menjabat sebagai dewan penasihat Projo ke depannya. Pernyataan ini muncul di tengah proses transformasi besar-besaran yang dilakukan Projo, yang kini berfokus pada dukungan terhadap pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka.
Dalam wawancara pasca pembukaan Kongres ke-III Projo di Jakarta, Budi Arie menyatakan bahwa masa depan posisi Jokowi dalam Projo akan ditentukan oleh dinamika yang akan datang. “Ya, kita lihat dinamikanya,” ujarnya, menekankan bahwa keputusan terkait jabatan tersebut tidak bersifat pasti.
Spekulasi terkait perubahan posisi Jokowi dalam struktur organisasi Projo semakin menguat setelah Budi Arie secara terbuka mengisyaratkan keinginannya untuk bergabung dengan Partai Gerindra. Dalam pidatonya, dia menegaskan komitmennya untuk “memperkuat partai yang dipimpin Presiden Prabowo,” menggambarkan langkah itu sebagai bagian dari upaya untuk mendukung agenda politik kabinet baru.
Projo juga merencanakan perubahan signifikan dalam identitas visualnya, termasuk penggantian logo yang selama ini dikenal dengan menampilkan wajah Jokowi. Budi Arie menjelaskan bahwa perubahan tersebut bukanlah langkah menjauh dari Jokowi, melainkan sebuah langkah transformasi organisasi. “Kita harus mentransformasikan Projo karena tugas Projo mengawal pemerintahan Pak Jokowi sudah selesai, dan sekarang kita menghadapi tantangan baru,” jelasnya.
Meskipun ada perubahan dalam logo dan arah politik, nama “Projo” tetap dipertahankan. Budi Arie menguraikan bahwa istilah “Projo” bukanlah singkatan dari “Pro Jokowi,” melainkan berasal dari bahasa Sanskerta dan Jawa Kawi yang memiliki arti “negeri” dan “rakyat.” “Jadi kaum Projo adalah kaum yang mencintai negara dan rakyatnya,” tambahnya, menunjukkan komitmen untuk tetap berfokus pada masyarakat.
Projo, yang merupakan organisasi relawan yang selama ini dikenal sebagai pendukung Jokowi, kini terlihat bertransformasi menjadi lebih luas dan berorientasi pada kebijakan politik yang dipimpin Prabowo. Langkah-langkah ini menunjukkan penyesuaian yang signifikan dalam strategi politik relawan, terutama dalam konteks pemilihan mendatang.
Budi Arie menegaskan bahwa perubahan ini mencerminkan sikap proaktif Projo dalam menghadapi situasi politik yang baru. Sebagai organisasi, Projo berkomitmen untuk beradaptasi dan berkontribusi terhadap perubahan yang ada. “Kami akan memperkuat seluruh agenda politik Presiden dengan memperkuat partai politik pimpinan Presiden,” ucapnya, mengindikasikan fokus Projo yang kini lebih ramping menuju dukungan bagi gerakan Prabowo.
Dinamika politik di Indonesia memang selalu berubah. Keputusan-keputusan besar yang diambil oleh lembaga atau individu sering kali mencerminkan keinginan untuk beradaptasi dengan perubahan kondisi yang ada. Dalam hal ini, Projo sepertinya berusaha untuk tetap relevan dan berkontribusi dalam pembangunan politik nasional di bawah kepemimpinan Prabowo.
Dengan perkembangan ini, publik pun menantikan bagaimana relawan yang dikenal sebagai Projo ini akan berperan di masa depan. Sementara pergeseran ini dilihat sebagai langkah strategis, konteks dan dampak dari perubahan tersebut masih harus diamati secara cermat. Apakah Projo akan mampu mempertahankan dukungan masyarakat yang telah dibangun bersama Jokowi, atau justru akan menemukan arah baru di bawah kepemimpinan baru? Hanya waktu yang akan menjawab pertanyaan ini.
Source: www.suara.com





