Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), yang saat ini menjabat sebagai Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan, berbagi pengalamannya tentang beratnya menyandang nama besar ‘Yudhoyono’. Pada acara peluncuran buku “The Mentor: 9 Purnama di Sisi SBY” yang berlangsung di Jakarta pada 3 November 2025, AHY mengungkapkan beban moral yang dihadapinya dan keluarganya untuk menjaga nama baik ayahnya, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), di mata publik.
Dalam pidatonya, AHY menjelaskan bahwa meskipun bersyukur dengan nama tersebut, tidak jarang ia dan keluarganya menghadapi cibiran dari masyarakat. Ia mengatakan bahwa keberhasilan yang diperolehnya sering kali diasosiasikan dengan “keberuntungan” karena nama besar yang melekat padanya. Sebaliknya, saat mengalami kegagalan, ia merasa tertekan karena dianggap gagal menjaga reputasi Yudhoyono.
“Walaupun tentu kami sangat bersyukur karena banyak kemuliaan yang kami dapatkan, tetapi ketika mendapatkan hal-hal baik, suatu pencapaian atau prestasi, biasanya langsung dilekatkan karena beruntung punya nama Yudhoyono,” ujar AHY. Pengakuan ini menunjukkan realitas bahwa beban psikologis untuk mempertahankan citra keluarga sangat besar.
AHY juga menyampaikan rasa getir dan keinginan untuk protes menghadapi situasi ini. Namun, ia akhirnya menyadari bahwa tantangan yang dihadapinya adalah bagian dari doa dan harapan ayahnya, SBY. Menurutnya, ayahnya ingin agar anak-anaknya tidak hanya menerima kemudahan, tetapi juga belajar dari berbagai rintangan yang harus dihadapi dalam hidup.
“Oleh karena itu kami akhirnya tersenyum dan menerima itulah takdir kami,” pungkas AHY, menegaskan pentingnya menerima tantangan sebagai bagian dari perjalanan hidupnya. Perenungannya tentang beban nama besar Yudhoyono membawa kepada pengertian bahwa setiap orang, terlepas dari latar belakangnya, akan menjalani perjalanan hidup yang unik, dengan segala suka dan duka yang menyertainya.
Dalam konteks yang lebih luas, pernyataan AHY ini menggugah pengertian publik tentang tantangan yang dihadapi mereka yang lahir dalam keluarga dengan nama besar. Beban ekspektasi dan tekanan dari masyarakat bisa menjadi sangat nyata, bahkan bagi mereka yang memiliki prestasi sendiri.
AHY juga berbicara tentang harapannya agar generasi berikutnya dapat lebih memahami arti dari perjuangan dan dedikasi. Dengan pengalaman pahit dan manis yang ia rasakan, ia ingin membagikannya kepada masyarakat agar tidak terjebak dalam citra semata, melainkan memandang perjalanan hidup sebagai suatu proses yang sarat pelajaran.
Sebagai Ketua Umum Partai Demokrat, AHY menyadari bahwa posisinya membawa tanggung jawab yang lebih besar. Dia berharap bisa menjadi contoh yang baik bagi kader-kader partai dan masyarakat umum. Meski berada di bawah bayang-bayang nama besar, AHY berusaha keras untuk membangun identitasnya sendiri.
Melalui kata-kata yang penuh makna, AHY menunjukkan bahwa meski ada tantangan dalam menyandang nama Yudhoyono, ia berpegang pada prinsip bahwa setiap tantangan adalah kesempatan untuk tumbuh dan belajar. Di tengah berbagai tekanan yang ada, harapan dan doa dari orangtua tetap menjadi landasan kuat bagi perjalanan hidupnya dan adiknya.
Dengan demikian, AHY tidak hanya sekadar berbicara tentang beban nama, tetapi juga mengisyaratkan pentingnya menghadapi tantangan hidup dengan sikap positif dan tak pernah melupakan akar dari mana ia berasal.