
Makanan Bergizi Gratis (MBG) menjadi isu hangat di masyarakat. Kebijakan ini bertujuan untuk menciptakan Generasi Emas Indonesia. Dalam konteks ini, peran ahli gizi sangat krusial. Mereka mengawasi pemenuhan kebutuhan gizi masyarakat, terutama anak-anak.
Kebijakan ini diatur dalam Peraturan Presiden No. 83/2024 tentang Badan Gizi Nasional (BGN). Struktur organisasi BGN berfokus pada penyelenggaraan gizi nasional. Makanan bergizi tidak hanya soal kuantitas, tetapi juga kualitas. Ahli gizi berperan dalam merancang menu sehat dan bergizi. Mereka memahami sepenuhnya tentang zat gizi seimbang yang diperlukan oleh setiap individu.
Malnutrisi merupakan persoalan serius di Indonesia. Data menunjukkan prevalensi stunting mencapai 37,2% pada anak-anak. Hal ini berpengaruh pada kesehatan dan daya saing bangsa. Di sisi lain, obesitas juga meningkat. Ini menunjukkan bahwa pendidikan gizi masih kurang di kalangan masyarakat.
Ahli gizi memiliki kemampuan untuk menghitung dan menilai kebutuhan gizi individu. Mereka juga memahami proses memasak yang tepat agar gizi tidak hilang. Selain itu, hygiene dan sanitasi makanan menjadi tanggung jawab mereka. Dalam menjalankan fungsi ini, mereka perlu terus memperbarui pengetahuan dan keterampilan.
Persatuan Ahli Gizi Indonesia (Persagi) berperan penting dalam mendukung para ahli gizi. Dengan lebih dari 50.000 anggota, Persagi menyediakan platform untuk berbagi pengetahuan. Namun, kehadiran mereka dalam kebijakan publik sering kali diabaikan. Ini terlihat dari kurangnya keterlibatan ahli gizi dalam pembuatan kebijakan.
Salah satu tantangan dalam pelaksanaan MBG adalah kasus keracunan karena makanan. Ini menimbulkan pertanyaan tentang pengawasan dalam program ini. Ahli gizi harus berkolaborasi lebih erat dengan pemerintah dan penyelenggara untuk mencegah hal ini terulang.
Dalam siklus kehidupan, gizi memegang peranan penting. Selama masa kehamilan, gizi ibu sangat menentukan pertumbuhan janin. Pemberian ASI eksklusif selama enam bulan juga sangat dianjurkan. Semua ini merupakan titik krusial untuk meminimalkan risiko malnutrisi di masa depan.
Meskipun ada kemajuan, masih banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan. Peran dokter dan ahli gizi harus dioptimalkan dalam program MBG. Mereka mesti menjadi penggerak utama dalam implementasi kebijakan gizi. Sosialisasi tentang pentingnya gizi sehat juga perlu digencarkan.
Indonesia berharap menjadi negara yang mandiri dan kuat di tahun 2045. Dalam usaha mencapai itu, semua elemen masyarakat harus bersinergi. Ahli gizi, sebagai ujung tombak, harus terus memberi pendekatan berbasis data dalam penyelesaian masalah gizi.
Menurut Ni Ketut Aryastami dari BRIN, peningkatan indeks daya saing bangsa sangat terkait dengan status gizi. Oleh karena itu, peran aktif dan kontribusi nyata ahli gizi sangat diharapkan. Dukungan dari semua pihak termasuk akademisi dan organisasi profesi menjadi kunci kesuksesan.
Di tengah berbagai tantangan ini, penting untuk mengingat tujuan utama dari kebijakan MBG. Kesehatan masyarakat yang baik berdampak langsung pada kemajuan bangsa. Ahli gizi harus terus berdedikasi untuk menciptakan generasi yang lebih baik. Terakhir, kolaborasi antara ahli gizi dan pemerintah dapat menjadi langkah monumental menuju Indonesia Emas 2045.
Baca selengkapnya di: nasional.sindonews.com




