Kekerasan dan ekstremisme di lingkungan pendidikan menjadi isu yang mendesak untuk diatasi. Kasus ledakan di SMAN 72 Jakarta dan peristiwa bullying di SMPN 19 Ciater, Tangerang Selatan, mencerminkan ancaman ini. Sekolah, yang seharusnya menjadi tempat aman, kini terancam oleh aksi kekerasan yang dilakukan oleh pelajar itu sendiri.
Di SMAN 72, sebuah ledakan diduga berasal dari bahan peledak rakitan yang dibawa oleh seorang siswa. Penyelidikan polisi mengungkap bahwa pelaku terpapar konten ekstrem di internet. Tindakan ini menunjukkan betapa mudahnya siswa terpengaruh oleh ideologi kekerasan yang tersebar secara daring.
Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Margaret Aliyatul Maimunah, menegaskan bahwa pencegahan ideologi radikal perlu melibatkan kerja sama lintas sektor. “Banyak anak terpapar paham radikal akibat pengaruh media sosial,” ujarnya. Ini menggambarkan perlunya langkah konkret untuk melindungi anak-anak dari pengaruh negatif.
Bukti-bukti yang ditemukan di lokasi ledakan mencolok. Pada senjata mainan milik pelaku, terdapat nama-nama tokoh teror internasional. Hal ini menunjukkan bahwa banyak anak yang terinspirasi oleh figur-figur kekerasan ini, mengakibatkan kekhawatiran yang lebih besar.
Sebagai tambahan, peristiwa bullying di SMPN 19 menunjukkan aspek lain dari masalah kekerasan di sekolah. Bullying adalah masalah serius yang bisa memicu dampak permanen dalam kehidupan siswa. Fenomena ini mengharuskan sekolah untuk menerapkan kebijakan yang lebih ketat dalam menjaga keselamatan dan kesejahteraan siswa.
Untuk memperkuat keamanan di lingkungan sekolah, langkah-langkah yang dapat diambil antara lain:
- Pendidikan Kesadaran: Sekolah perlu menyelenggarakan program pendidikan yang meningkatkan kesadaran siswa tentang kekerasan dan ekstremisme.
- Pemantauan Aktivitas Daring: Orang tua dan sekolah harus berkolaborasi dalam memantau aktivitas online siswa guna menghindari terpapar konten berbahaya.
- Peningkatan Mental Health Support: Menyediakan layanan konseling yang mendukung kesehatan mental siswa harus menjadi prioritas.
- Kerja Sama dengan Pihak Berwenang: Kolaborasi dengan aparat kepolisian dan lembaga terkait untuk mengatasi isu-isu kekerasan secara komprehensif.
Perlu dicatat bahwa sejak peristiwa ledakan SMAN 72, pihak kepolisian terus mendalami jaringan dan situs yang diakses pelaku. Upaya ini diharapkan dapat mencegah kejadian serupa di masa depan. Hal ini sejalan dengan strategi nasional untuk memberantas ekstremisme dini di kalangan anak muda.
Inisiatif dari KPAI dan lembaga terkait guna mencegah penyebaran konten ekstrem harus disambut positif. Peningkatan kesadaran masyarakat menjadi kunci dalam memerangi masalah ini. Dengan pendekatan yang holistik, diharapkan anak-anak dapat tumbuh dalam lingkungan yang lebih aman dan konstruktif.
Dalam mengatasi masalah ini, penting bagi semua pihak untuk memahami bahwa tantangan tidak hanya datang dari luar, tetapi juga muncul dari dalam komunitas sekolah itu sendiri. Upaya pencegahan kekerasan dan ekstremisme harus dimulakan dari hal kecil, agar sekolah dapat kembali menjadi tempat yang aman bagi semua siswa.
Baca selengkapnya di: www.beritasatu.com




