Proses penyusunan RUU Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) tengah menuai sorotan tajam. Koalisi Masyarakat Sipil mengklaim bahwa pembahasan ini dilakukan secara tergesa-gesa tanpa melibatkan partisipasi publik yang berarti. Mereka bahkan berencana melaporkan anggota Komisi III DPR ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) atas pelanggaran ini.
Direktur LBH Jakarta, Fadhil Alfathan, menyampaikan bahwa anggota DPR tidak memenuhi tanggung jawabnya untuk melibatkan masyarakat dalam proses legislasi. Hal ini dianggap melanggar sumpah jabatan yang seharusnya menekankan integritas dan keterbukaan. “Partisipasi publik adalah bagian penting dalam pembentukan peraturan,” ujarnya.
Koalisi juga mengkhawatirkan nasib RUU ini jika disahkan tanpa kajian mendalam. Mereka mengingatkan pengalaman buruk terkait UU Cipta Kerja yang dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi karena masalah konstitusional. Fadhil menegaskan pentingnya belajar dari kesalahan tersebut agar RUU KUHAP tidak menghadirkan dampak buruk lebih lanjut bagi masyarakat.
Kekhawatiran ini tidak hanya mengenai proses, namun juga substansi dari RUU itu sendiri. Banyak pasal dalam draf yang dicurigai dapat melanggar hak asasi manusia. Pasal-pasal tersebut memberi kewenangan berlebih kepada aparat penegak hukum tanpa adanya kontrol yang memadai.
Arif Maulana dari YLBHI menyoroti bahwa pengaturan dalam RUU malah lebih buruk dibandingkan standar hukum internasional. “Isu seperti pengabaian hak tersangka untuk mendapatkan bantuan hukum sangat nyata,” ucapnya. Hal ini bisa berujung pada penyalahgunaan wewenang di berbagai tingkat proses hukum.
Dalam upaya memperbaiki situasi, Koalisi juga melayangkan somasi terbuka kepada presiden dan DPR. Mereka menuntut penghentian pembahasan RUU ini dan meminta agar draf terbaru dibuka untuk publik. Lima tuntutan utama pun diajukan, mulai dari penarikan draf hingga perubahan substansi melibatkan partisipasi masyarakat.
Melalui langkah-langkah ini, diharapkan proses legislasi lebih transparan. Koalisi percaya bahwa partisipasi masyarakat sangat krusial agar produk hukum dapat berkeadilan. Mengabaikan suara publik hanya akan memperburuk efektivitas hukum yang dihasilkan.
Seiring dengan berkembangnya situasi, publik menunggu respons dari DPR dan pemerintah. Transparansi dan keterlibatan masyarakat menjadi kunci utama dalam penetapan hukum yang adil dan berpihak pada rakyat. Proses ini belum berakhir, namun harapan akan perbaikan tetap ada jika semua pihak mau mendengarkan suara masyarakat.
Penting bagi setiap elemen masyarakat untuk terus mengawasi dan mendukung partisipasi dalam pembahasan hukum. Dengan demikian, kita berharap agar RUU KUHAP dapat disusun dengan baik dan memberikan manfaat jangka panjang bagi masyarakat.
Baca selengkapnya di: www.suara.com




