Mahfud MD Ungkap Intimidasi di PBNU: Konflik Tambang dan Desakan Mundurnya Gus Yahya

Mantan Menkopolhukam Mahfud MD mengungkapkan gejolak internal PBNU terkait desakan mundurnya K.H. Yahya Cholil Staquf dari jabatan Ketua Umum. Ia mengaitkan masalah ini dengan konflik soal pengelolaan izin usaha tambang yang baru diperoleh PBNU. Situasi ini mulai memanas setelah beredarnya Risalah Rapat Harian Syuriah PBNU pada 20 November 2025.

Dalam risalah tersebut, K.H. Miftachul Akhyar meminta agar Gus Yahya mundur dalam waktu tiga hari. Jika tidak, Rapat Harian Syuriah akan memberhentikannya secara resmi. Alasan permintaan tersebut mencakup dugaan pelanggaran berat, di antaranya mengundang narasumber yang terkait dengan jaringan Zionisme Internasional serta isu tata kelola keuangan organisasi.

Mahfud menyatakan tidak ingin memihak dalam konflik ini. Ia menekankan keselamatan NU sebagai pilar bangsa. Menurutnya, di balik isu yang tampak di permukaan, terdapat kepentingan terkait konsesi tambang yang baru saja diperoleh PBNU. “Itu konflik soal pengelolaan tambang, yang satu ingin ini, yang satu ingin itu,” ujar Mahfud.

Ia menyayangkan perpecahan ini mengingat masa khidmat kepengurusan PBNU 2022-2027 hanya tersisa satu tahun lagi. Mahfud mendorong agar pihak-pihak yang berkonflik bersatu demi kehormatan NU. “Kita malu urusan tambang begini,” tambahnya.

Ironi lain muncul ketika Mahfud mengingat masa lalu ketika PBNU menggugat korupsi dalam pengelolaan tambang. Pada November 2012, saat itu ia sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi membubarkan BP Migas atas tuduhan praktik korupsi. Mahfud mengingatkan bahwa gugatan itu datang dari PBNU dan Muhammadiyah.

Kini, kekisruhan internal terjadi karena pengelolaan tambang yang sebelumnya mereka kritik. Mahfud menekankan bahwa situasi ini sangat disayangkan. Dulu, NU menjadi pelopor kritik terhadap tata kelola tambang, kini justru terlibat konflik.

Sebagai konteks, PBNU telah mendapatkan izin untuk mengelola tambang batubara. Kehadiran regulasi baru dari pemerintah, yaitu PP Nomor 25 Tahun 2024, memberikan peluang bagi ormas keagamaan seperti PBNU untuk mendapatkan Wilayah Izin Pertambangan Khusus. PBNU bahkan telah mendirikan suatu badan usaha untuk mengelola izin tambang tersebut.

PBNU resmi mendapatkan lahan tambang seluas 26.000 hektare di Kalimantan Timur, yang merupakan bekas lahan dari PT Kaltim Prima Coal. Mahfud menilai konflik ini perlu diselesaikan dengan cara damai. “NU pilar NKRI, oleh karena itu, hubungan antara Islam dan negara harus dijaga,” tuturnya.

Secara keseluruhan, konflik internal PBNU ini menyoroti dinamika yang terjadi di dalam organisasi besar ini. Dari pengelolaan tambang yang menunjukkan pergeseran kepentingan, hingga desakan untuk mundurnya kepemimpinan, situasi ini menjadi cermin tantangan yang dihadapi oleh ormas Islam terbesar di Indonesia.

Baca selengkapnya di: www.suara.com

Berita Terkait

Back to top button