Setelah mengalahkan William Zepeda, Shakur Stevenson menciptakan gempar dengan tantangan terhadap juara kelas welter ringan WBO, Teofimo Lopez. Dalam unggahan di media sosialnya, Stevenson mengajak Lopez untuk “bertarung” demi “membuat tinju hebat lagi.” Namun, di balik klaim heroik itu, ada kontroversi terkait niat sebenarnya dari tantangan tersebut.
Banyak yang mempertanyakan komitmen Stevenson untuk mengejar pertarungan berkualitas sejati, terutama saat ia memilih untuk tidak menghadapi penantang teratas WBC, seperti Andy Cruz. Stevenson, yang memiliki rekor impresif 24-0 dengan 11 KO, tampaknya menginginkan jalur yang lebih mudah menuju satu kesempatan perebutan gelar juara melawan Lopez, yang memiliki catatan 22-1 dengan 13 KO. Ini menunjukkan ada unsur ketidakberanian dari Stevenson untuk menghadapi tantangan berat.
Stevenson tampaknya ingin memanfaatkan situasi agar bisa melewatkan sejumlah penantang kuat di divisi kelas 135, termasuk Ernesto Mercado, Gary Antuanne Russell, dan Jamaine Ortiz. Kekecewaannya terhadap persaingan yang ada di kelas 135 juga semakin diperkuat dengan fakta bahwa ia merasa tidak memiliki ukuran untuk bertarung di kategori tersebut. Hal ini menjadi pertanyaan besar: apakah motivasi utamanya adalah keuntungan finansial atau membangun warisan yang lebih besar?
Sementara itu, Teofimo Lopez, yang dikenal dengan ketangguhannya, tampaknya enggan untuk terlibat dalam pertarungan yang tidak konstruktif. Lopez tidak ingin terjebak dalam duel yang hanya memfokuskan pada nama besar tanpa substansi. Salah satu kunci untuk Lopez adalah menghadapi petinju yang benar-benar siap dan tidak hanya mencari-cari peluang untuk mendapatkan gelar tanpa melewati banyak rintangan.
Stevenson, yang diperkirakan akan pulih setelah cedera tangannya hingga November atau 2026, harus memikirkan langkah selanjutnya dengan lebih hati-hati. Ketika bertarung melawan Zepeda, ia menghadapi tantangan besar, dengan Zepeda berhasil melancarkan 292 pukulan dari 979 yang dilancarkan. Meskipun ini menunjukkan kehebatannya, tetap saja banyak yang melihat tantangan Lopez sebagai langkah mudah di tengah kompetisi yang lebih ketat.
Sikap Stevenson yang berani menantang Lopez bisa jadi dianggap sebagai langkah pintar dalam membangun profil kariernya, namun juga bisa diinterpretasikan sebagai keinginan untuk menghindari risiko. Sama sekali tidak ada yang salah dalam ingin mendapatkan jabatan juara, tetapi jika ingin dianggap serius dalam ajang tinju, berhadapan dengan petinju-petinju teratas seharusnya menjadi prioritas.
Dalam konteks lebih luas, ajakan Stevenson untuk “membuat tinju hebat lagi” mengundang spekulasi tentang arah masa depan olahraga ini. Bisakah petinju muda mengambil langkah yang lebih berani, ataukah mereka akan terjebak dalam permainan uang yang mengesampingkan integritas kompetisi? Saat ini, semua mata tertuju pada dugaan pertemuan antara Stevenson dan Lopez serta apakah itu akan terwujud dalam waktu dekat.
Untuk saat ini, penggemar tinju di seluruh dunia berharap agar para petinju mulai merangkul semangat persaingan yang menantang, alih-alih memilih jalur yang aman demi keuntungan pribadi. Keberanian dan semangat untuk menjadi yang terbaik seharusnya menjadi motto setiap petinju dalam industri yang terus berkembang ini.





