
Conor McGregor membuat pernyataan mengejutkan setelah Khamzat Chimaev berhasil menaklukkan Dricus du Plessis dengan kemenangan angka 50-44 pada UFC 319. Kemenangan ini tidak hanya menandai munculnya Chimaev sebagai juara baru di divisi kelas menengah, tetapi juga menimbulkan respons tak terduga dari McGregor, yang dikenal memiliki hubungan yang penuh ketegangan dengan petarung asal Chechnya tersebut.
Selama ini, McGregor sering kali melontarkan ejekan kepada Chimaev di media sosial, bahkan memberinya julukan “bibir tikus” sebagai sindiran untuk bekas luka di bibirnya. Dengan latar belakang perseteruan ini, banyak yang mengantisipasi sindiran pedas dari McGregor setelah kemenangan Chimaev. Namun, situasinya berubah drastis ketika McGregor justru mengunggah ucapan selamat di akun X (Twitter) miliknya. Dalam sebuah cuitan yang kini sudah dihapus, McGregor menuliskan, “Juara UFC pertama Chechnya! Selamat!”
Pesan singkat tersebut menjadi bahan perbincangan hangat di kalangan pencinta MMA, terutama karena McGregor dikenal jarang memuji rivalnya, terutama petarung dari Rusia. Ucapan selamat ini menunjukkan sisi lain dari McGregor, yang sering kali tampil agresif dalam interaksi sosialnya. Sikap berkelas ini menjadi sorotan, mengingat pada umumnya McGregor tidak segan untuk mengejek lawan-lawannya.
Di sisi lain, reaksi berbeda muncul dari Nate Diaz. Petarung asal Stockton ini memberikan kritik tajam kepada Chimaev dengan cuitan yang singkat namun menyentuh: “Tidak Bisa Bertarung.” Ini adalah komentar yang jelas ditujukan kepada gaya bertarung Chimaev yang cenderung mengandalkan gulat ketimbang striking. Perseteruan antara Diaz dan Chimaev memang telah terjalin sejak UFC 279, ketika pertarungan mereka batal akibat Chimaev gagal memenuhi batas berat badan.
Meskipun McGregor tampaknya menunjukkan kelas dalam ucapan selamatnya, masa depannya di UFC masih menjadi misteri. Meski ia mengisyaratkan keinginan untuk kembali, McGregor belum bertarung lebih dari empat tahun, dan ada rumor bahwa namanya telah dihapus dari daftar petarung UFC. Ia membantah klaim tersebut, namun banyak pengamat meragukan seberapa cepat ia bisa kembali ke Octagon.
Chimaev sendiri telah menunjukkan performa yang sangat mengesankan, dan banyak yang percaya bahwa ia berpotensi menjadi salah satu bintang besar di UFC. Kemenangannya atas du Plessis tidak hanya menegaskan kemampuannya sebagai petarung, tetapi juga membuka peluang untuk pertarungan-pertarungan baru yang menantang di divisinya. Dia kini dihadapkan pada pertanyaan tentang siapa lawan berikutnya setelah memenangkan sabuk juara. Terlepas dari feedback positif yang datang dari McGregor, banyak yang penasaran apakah rivalitas antara kedua petarung ini akan berlanjut di masa depan.
Keberhasilan Chimaev juga menunjukkan potensi meningkatnya ketegangan di dunia UFC, di mana rivalitas sering kali menjadi daya tarik tersendiri bagi penggemar. Dalam lingkungan yang penuh drama dan ketegangan ini, komunikasi dan interaksi antara petarung menjadi semakin penting. McGregor dan Chimaev adalah contoh nyata bagaimana evolusi hubungan antara atlet di lapangan bisa mempengaruhi penilaian publik dan berita dalam dunia olahraga pertarungan.
Di tengah semua itu, perhatian kini beralih kepada langkah-langkah selanjutnya bagi Chimaev serta apa yang akan dilakukan McGregor. Apakah McGregor akan tetap mempertahankan sikap yang lebih bersahabat ini, ataukah dia akan kembali ke pendekatan yang lebih provokatif? Satu hal yang pasti, ketegangan di UFC pasti akan terus berlanjut.





