Tim nasional San Marino kembali mencuri perhatian setelah mengalami kekalahan telak 0-10 dari Austria dalam laga kualifikasi Piala Dunia 2026 yang berlangsung pada Jumat (10/10/2025) dini hari WIB. Kekalahan ini bukan hanya menambah derita tim yang sudah dikenal sebagai “tim terlemah di dunia,” tetapi juga menciptakan rekam jejak statistik yang mencengangkan bagi dunia sepak bola.
Kekalahan 10 gol ini menjadi yang terbesar bagi San Marino sejak mereka kalah dengan skor identik dari Inggris pada tahun 2021. Dalam enam pertandingan terakhir di kualifikasi, performa San Marino semakin memprihatinkan dengan kebobolan 27 gol. Sebelumnya, mereka juga mengalami kekalahan 1-5 dari Rumania, 0-6 dari Bosnia & Herzegovina, dan 0-4 dalam pertemuan pertama dengan Austria.
Secara keseluruhan, San Marino telah memainkan 156 pertandingan internasional sejak Mei 2004. Dari jumlah tersebut, mereka hanya berhasil meraih dua kemenangan, yang keduanya terjadi ketika melawan Liechtenstein. Dengan catatan kalah sebanyak 147 kali, total gol yang mereka kebobolan telah mencapai 613, rata-rata hampir empat gol per pertandingan. Hal ini membuat posisi mereka di peringkat FIFA semakin terpuruk, menempati posisi terbawah bahkan di bawah negara-negara kecil lainnya seperti Guam, Gibraltar, dan Djibouti.
Kritik tajam juga datang dari dunia sepak bola. Legenda Austria, Toni Polster, mengungkapkan pandangannya terkait penampilan San Marino. Ia menyebut bahwa “ini bukan tim nasional, tetapi tim pizzabakar,” sebuah sindiran yang menunjukkan ketidakpuasannya terhadap kualitas permainan San Marino. Menurut Polster, level permainan yang ditunjukkan San Marino tidak layak untuk berada di kancah internasional.
Kekalahan melawan Austria juga mengakibatkan Polster kehilangan statusnya sebagai pencetak gol terbanyak sepanjang masa untuk tim nasional Austria, yang kini dipegang oleh Marko Arnautovic. Arnautovic mencetak empat gol dalam pertandingan tersebut, mengubah rekor Polster yang sebelumnya memiliki 44 gol resmi. Polster mengucapkan selamat kepada Arnautovic, tetapi ia menegaskan bahwa melawan San Marino tidak bisa dijadikan ukuran untuk menilai kemampuan seorang pemain.
Pengalaman buruk San Marino tidak berhenti di sini. Ketidakmampuan tim untuk bersaing di level internasional menjadi sorotan banyak pihak. Meskipun berusaha keras, San Marino tampaknya belum menemukan cara untuk meningkatkan kualitas permainan mereka. Dengan kondisi seperti ini, muncul pertanyaan tentang masa depan tim dan upaya untuk memperbaiki prestasi mereka.
Dari sudut pandang statistik, kebobolan 613 gol dalam 156 pertandingan menciptakan gambaran yang jelas mengenai tantangan yang dihadapi San Marino. Tim ini tampaknya terjebak dalam siklus kekalahan, dan tanpa adanya perubahan signifikan, status mereka sebagai tim terlemah di dunia akan terus berlanjut.
Untuk memecahkan kebuntuan ini, penting bagi Federasi Sepak Bola San Marino untuk merancang strategi jangka panjang dalam mengembangkan talenta muda serta memperbaiki program latihan. Dukungan lebih dari pemerintah dan sponsor juga diperlukan untuk memberikan infrastruktur yang lebih baik bagi pengembangan sepak bola di San Marino.
Kekalahan telak dari Austria dan statistik mencengangkan lainnya telah membangkitkan pembicaraan di kalangan pengamat sepak bola mengenai perlunya transformasi dalam cara San Marino mendekati permainan ini. Apakah akan ada upaya untuk membangun kembali tim dan mengubah nasib mereka di masa depan? Hanya waktu yang dapat menjawab pertanyaan tersebut.
Source: www.suara.com





