Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) memberikan peringatan serius tentang potensi berlanjutnya musim kemarau basah di beberapa daerah Indonesia, yang dapat berdampak besar pada aktivitas pertanian, terutama tambak garam. Peneliti bidang klimatologi dan perubahan iklim BRIN, Erma Yulihastin, menjelaskan bahwa kondisi ini membutuhkan perhatian khusus, terutama bagi para petambak yang sangat tergantung pada cuaca.
Di berbagai wilayah di Jawa, khususnya di kawasan depan Turak, kondisi hujan masih berlangsung secara konsisten. Hal ini membuat banyak petambak memerlukan konsultasi untuk menentukan waktu yang tepat dalam memulai produksi garam. Dalam situasi ini, BRIN menyarankan agar aktivitas di tambak garam ditunda untuk sementara waktu, setidaknya hingga akhir musim hujan.
Adaptasi terhadap Perubahan Iklim
Erma Yulihastin menjelaskan bahwa meskipun periode antara Juni hingga Juli sering dianggap sebagai waktu kering, kenyataannya kondisi basah ini dapat berlanjut hingga Agustus atau September. Dia memberikan penjelasan bahwa meskipun bulan-bulan ini berpotensi menjadi yang tersering kering, cuaca yang tidak sepenuhnya kering harus dipertimbangkan lebih lanjut.
"Walaupun ada tren kering, pola curah hujan yang berubah memengaruhi keputusan petambak," ungkapnya. Perubahan yang signifikan pada pola curah hujan dapat menjadi tantangan tersendiri bagi sektor agrikultur, di mana petani dan pelaku usaha lainnya harus beradaptasi untuk menjaga produksi tetap stabil.
Pergeseran Musim dan Dampaknya
Perubahan iklim yang terjadi di Indonesia menyebabkan musim hujan menjadi lebih panjang dan musim kemarau lebih pendek. Penelitian BRIN menunjukkan bahwa jumlah hari tanpa hujan di tengah musim hujan meningkat. Ini merupakan sinyal bahwa pola iklim menjadi tidak dapat diprediksi seperti dekade sebelumnya.
“Kami tengah mengkaji potensi pergeseran musim di wilayah Tenggara Indonesia, di mana musim kemarau tak lagi sepenuhnya kering,” ujar Erma. Pergeseran ini dapat mempengaruhi produksi tahunan dan harus diantisipasi dengan kebijakan pertanian yang responsif terhadap perubahan iklim.
Kebutuhan Akan Penelitian Lebih Lanjut
Erma menekankan bahwa penting untuk memahami karakteristik baru dari musim kemarau agar petambak dapat meningkatkan ketahanan mereka terhadap risiko yang ditimbulkan oleh cuaca ekstrem. Penelitian lebih lanjut akan diadakan untuk mengeksplorasi fenomena ini lebih dalam, memberikan wawasan baru bagi para pelaku sektor pertanian.
Kesimpulan yang Memerlukan Tindakan Adaptif
Adaptasi merupakan kunci bagi petambak garam dan petani lainnya yang terlibat dalam pertanian musiman. Mereka diharapkan tidak hanya menjalankan praktik tradisional tetapi juga memahami dan menerapkan innovative farming techniques berdasarkan hasil penelitian terbaru. BRIN menekankan pentingnya keterlibatan semua pihak dalam merespons perubahan ini agar produksi tetap terjaga meski kondisi iklim berfluktuasi.
"Ini adalah kebutuhan mendesak yang harus dipenuhi untuk memastikan ketahanan pangan dan kelangsungan usaha pertanian di Indonesia," pungkas Erma. Komitmen untuk beradaptasi dengan perubahan ini dapat membantu para petambak mengatasi tantangan dan tetap berproduksi di masa yang akan datang.





