AS: Huawei China Hanya Mampu Produksi 200.000 Chip AI di 2025

Pejabat tinggi Amerika Serikat (AS) mengungkapkan bahwa Huawei Technologies, raksasa teknologi asal China, diperkirakan hanya mampu memproduksi 200.000 chip kecerdasan buatan (AI) pada tahun ini. Pernyataan ini disampaikan dalam sebuah sidang kongres pada 12 Juni 2025, dan menyoroti kekhawatiran terhadap kemampuan produksi chip China di tengah ketegangan hubungan antara AS dan China.

Wakil Menteri Perdagangan untuk Industri dan Keamanan, Jeffrey Kessler, memperingatkan bahwa jumlah chip yang diproduksi Huawei tahun ini jauh di bawah permintaan pasar. Di samping itu, Kessler menekankan bahwa meski produksi chip AI Huawei terbatas, China tetap berusaha mengejar ketertinggalan dalam teknologi kecerdasan buatan. “Penilaian kami adalah bahwa kapasitas produksi chip Huawei Ascend untuk 2025 akan berada pada atau di bawah 200.000, dan kami memproyeksikan sebagian besar atau semua chip tersebut akan dikirimkan ke perusahaan-perusahaan di China,” jelas Kessler.

Sejak tahun 2019, pemerintah AS telah memberlakukan berbagai aturan ekspor untuk membatasi akses perusahaan-perusahaan China, termasuk Huawei, ke chip canggih yang berasal dari AS. Kebijakan ini bertujuan untuk menghalangi kemajuan teknologi dan militer negeri Tirai Bambu yang semakin maju. Hal ini juga berkontribusi pada meningkatnya ketegangan antara kedua negara, di mana Huawei berupaya mencari alternatif terhadap chip-chip buatan Nvidia, salah satu pemain dominan dalam industri ini.

Menurut Kessler, meski kapasitas produksi Huawei terbatas, situasi tersebut tidak menjadi alasan bagi AS untuk merasa aman. “China dapat mengejar ketertinggalan dengan cepat dalam hal AI,” katanya. Kessler merujuk pada investasi besar yang dilakukan China dalam produksi chip AI serta kemampuan teknologi yang terus berkembang. Hal ini juga didukung oleh pernyataan Kepala AI Gedung Putih, David Sacks, yang menyebutkan bahwa China hanya tertinggal sekitar 3 hingga 6 bulan di belakang AS dalam pengembangan AI.

Di sisi lain, CEO Huawei, Ren Zhengfei, dalam pernyataannya kepada media pemerintah China, mengakui bahwa chip buatan perusahaannya tertinggal satu generasi dibandingkan dengan pesaing AS. Meski demikian, Ren menegaskan bahwa Huawei berkomitmen untuk berinvestasi lebih dari 25 miliar dolar AS setiap tahunnya guna meningkatkan performa chipnya. “Kami menyadari bahwa chip AI kami masih di bawah standar Nvidia, tetapi kami bekerja keras untuk mengejar ketertinggalan tersebut,” kata Ren.

Di tengah pernyataan tersebut, hubungan perdagangan antara AS dan China mengalami dinamika yang kompleks. Setelah gagal mencapai kesepakatan dalam pembicaraan di London akibat pembatasan ekspor mineral dari China, AS dan China sepertinya mencapai gencatan senjata perdagangan sementara. Namun, pengaturan kontrol ekspor dari Washington menunjukkan bahwa tindakan tersebut masih akan terus berlanjut, terutama dalam bidang teknologi.

Sementara itu, perwakilan Demokrat Greg Meeks mengungkapkan kekhawatirannya terkait dengan tindakan pemerintah Trump yang tampak mencampurkan strategi kontrol ekspor dengan isu perdagangan lebih luas. “Pengendalian ekspor sudah kuat dan saya yakin pengendalian tersebut akan tetap kuat,” tambah Kessler sebagai respons terhadap pertanyaan tersebut.

Kessler juga menuturkan bahwa saat ini tidak ada rencana untuk melaksanakan pembatasan baru terkait semikonduktor AS yang dijual ke China. Namun, ia menegaskan bahwa Departemen Perdagangan akan terus memantau dan mengevaluasi situasi dengan hati-hati. “Di tengah lanskap yang terus berkembang ini, kami perlu memastikan bahwa kontrol yang kami lakukan tetap efektif dan sesuai dengan perkembangan teknologi yang ada,” tutup Kessler.

Dengan kondisi ini, industri chip di China dan di seluruh dunia tetap dalam pengawasan ketat. Perkembangan teknologi kecerdasan buatan menjadi elemen kunci dalam persaingan global, yang akan menentukan peta kekuatan ekonomi dan teknologi di masa depan.

Berita Terkait

Back to top button