Komdigi Beri Facebook Cs Waktu 2 Tahun Penuhi PP Tunas untuk Meningkatkan Kualitas

Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) telah memberikan batas waktu dua tahun bagi platform digital seperti Facebook, Instagram, dan lainnya untuk mematuhi Peraturan Pemerintah (PP) tentang Tata Kelola Penyelenggaraan Sistem Elektronik dalam Perlindungan Anak (PP TUNAS). Kebijakan ini diambil sebagai langkah untuk melindungi anak-anak dari potensi bahaya di dunia digital, seperti penyalahgunaan data pribadi dan paparan konten yang tidak pantas.

Regulasi PP TUNAS menuntut penyelenggara sistem elektronik (PSE) agar aktif melakukan penyaringan konten yang berpotensi membahayakan anak. Mereka juga diharuskan menyajikan saluran pelaporan yang mudah diakses dan menjamin penanganan yang cepat serta transparan terhadap masalah yang diangkat. Dalam acara diskusi mengenai literasi digital, Menteri Komunikasi dan Digital, Meutya Hafid, menekankan pentingnya kepatuhan terhadap regulasi ini, meskipun mereka memberi opsi untuk percepatan jika platform siap lebih cepat.

“Sementara deadline maksimal adalah dua tahun, kami terbuka untuk mempercepat proses ini jika platform-platform tersebut sudah memenuhi persyaratan,” jelas Meutya. Dengan adanya sistem kepatuhan moderasi konten (SAMAN), Komdigi bertujuan untuk memastikan bahwa penyelenggara layanan digital mematuhi aturan terkait moderasi konten, terutama dalam penghapusan konten ilegal yang mencakup pornografi anak, terorisme, dan perjudian online. Seluruh platform diharuskan melakukan take down dalam waktu maksimal 4 jam untuk konten prioritas dan 24 jam untuk kategori lainnya.

Namun, terdapat kekhawatiran bahwa sejumlah platform masih belum menunjukkan komitmen untuk mematuhi PP TUNAS dengan maksimal. Meutya menyebutkan bahwa pemerintah terus melakukan evaluasi dan pendekatan proaktif untuk menegakkan kepatuhan, yang termasuk memanggil platform digital untuk menjelaskan ketidakpatuhan mereka. “Kami telah memperingatkan mereka untuk melakukan take down konten yang melanggar, tetapi masih banyak yang tidak bertanggung jawab,” ungkapnya.

Implementasi dari PP TUNAS juga mencakup teknologi verifikasi usia pengguna, yang diharapkan dapat membantu dalam membatasi akses anak-anak terhadap konten yang berbahaya. Dalam hal ini, pemerintah masih memberikan waktu bagi platform untuk menyesuaikan diri. “Kami perlu teknologi yang dapat secara akurat memverifikasi usia pengguna. Ini penting untuk melindungi anak-anak dari akses terhadap konten berbahaya,” tambah Meutya.

Jika setelah tenggat waktu dua tahun masih ada pelanggaran, Komdigi tidak akan ragu memberikan sanksi yang bisa mencapai pencabutan izin operasi di Indonesia. Meutya menegaskan pentingnya menciptakan ruang digital yang aman bukan hanya menjadi tanggung jawab pemerintah, tetapi juga melibatkan partisipasi aktif dari masyarakat. Kritik terhadap platform yang dinilai lalai sangat diperlukan agar mereka merasa tertekan untuk memperbaiki kinerja mereka.

“Jika masyarakat tidak memberikan masukan atau mengkritik, maka platform akan terus beroperasi tanpa memperhatikan keamanan anak,” ungkapnya. Selain itu, pemerintah juga akan meninjau kembali kebijakan dan mungkin mengambil tindakan tegas jika di kemudian hari para platform tetap tidak memperlihatkan kepatuhan setelah berbagai peringatan dikeluarkan.

Kesimpulannya, pemerintah berkomitmen untuk menciptakan ekosistem digital yang aman bagi anak-anak. Regulasi ini diharapkan akan mendorong platform digital untuk mematuhi standar yang ditetapkan dan menjaga keamanan pengguna mereka. Dengan adanya pengawasan yang lebih ketat dan sanksi bagi pelanggar, diharapkan nanti tidak ada lagi konten berbahaya yang dapat diakses oleh anak-anak.

Exit mobile version