Driver Grab Jakarta vs Bali: Jam Kerja Lebih Lama, Pendapatan Lebih Rendah

Pengemudi Grab di Jakarta menghadapi tantangan signifikan terkait jam kerja dan pendapatan dibandingkan dengan kolega mereka di Bali. Menurut informasi terbaru, meskipun pengemudi di Jakarta harus bekerja lebih lama, mereka mendapatkan pendapatan yang jauh lebih kecil. Data dari Serikat Pekerja Angkutan Indonesia (SPAI) menunjukkan bahwa rata-rata penghasilan harian pengemudi roda dua di Jakarta hanya sekitar Rp50.000 hingga Rp100.000. Setelah memotong biaya operasional, termasuk bensin yang mencapai Rp25.000 hingga Rp30.000 per hari, pendapatan bersih yang didapatkan pengemudi hanya sekitar Rp70.000.

Hal ini sangat kontras dengan pengemudi roda empat di Jakarta, yang bisa mendapatkan sekitar Rp300.000 hingga Rp350.000 per hari, namun harus menghadapi biaya bensin dan sewa kendaraan masing-masing sebesar Rp150.000. Ditambah lagi, peraturan ganjil-genap yang berlaku di Jakarta dan kemacetan parah membuat jam kerja menjadi sangat panjang, sering kali berkisar antara 12 hingga 16 jam per hari. Ketidakadilan ini membuat pengemudi di Jakarta merasa semakin tertekan, sebagaimana dijelaskan oleh Ketua SPAI, Lily Pujiati.

Lily menekankan bahwa data yang disajikan oleh Grab mengenai pendapatan pengemudi di Bali tidak dapat dibandingkan secara langsung dengan kondisi di Jakarta. “Perbandingan dengan di Bali tidak relevan karena tidak mewakili kondisi kerja para pengemudi di daerah lainnya,” ungkapnya. Grab menyatakan pendapatan tertinggi pengemudi roda dua di Bali dapat mencapai Rp6,8 juta per bulan, namun ini sering kali tidak mencerminkan kenyataan pengemudi di kota besar seperti Jakarta.

Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Asosiasi Pengemudi Ojek Online (Ojol) Garda Indonesia, rata-rata pendapatan kotor pengemudi Grab berkisar antara Rp5 juta per bulan. Namun, jumlah ini belum dipotong berbagai biaya, seperti biaya aplikasi yang bisa mencapai 20% dan biaya operasional yang berkisar 30%. Setelah semua potongan tersebut, pendapatan bersih pengemudi menurun signifikan menjadi sekitar Rp1,5 juta hingga Rp3 juta per bulan.

Tantangan tidak hanya terletak pada jumlah pendapatan yang rendah, tetapi juga pada kondisi kerja yang melelahkan. Jam kerja yang panjang meningkatkan risiko kecelakaan dan kelelahan, yang dapat membahayakan keselamatan pengemudi di jalan. Lily juga menekankan pentingnya pengakuan dari pemerintah terhadap status pengemudi sebagai pekerja tetap, yang memungkinkan mereka mendapatkan jaminan upah minimum setiap bulan. Dengan adanya upah minimum tersebut, pengemudi diharapkan dapat menerima waktu istirahat yang wajar, serta perlindungan yang lebih baik.

Sementara itu, disisi lain, beberapa pengemudi yang dinyatakan sebagai “driver binaan” mampu mencetak pendapatan yang lebih tinggi, hingga Rp6,8 juta per bulan. Namun, ini hanya merupakan sebagian kecil dari keseluruhan pengemudi yang beroperasi di lapangan. Igun Wicaksono, Ketua Umum Asosiasi Pengemudi Ojol Garda Indonesia, mengungkapkan bahwa harapannya adalah agar semua pengemudi mendapatkan perlakuan yang adil dan merata dalam hal order dan pendapatan.

Inisiatif untuk meningkatkan kondisi kerja dan pendapatan pengemudi sangat penting, tidak hanya untuk kesejahteraan mereka, tetapi juga untuk menciptakan lingkungan kerja yang lebih aman dan produktif. Masalah ini menjadi lebih mendesak mengingat semakin banyaknya pengemudi yang bergantung pada aplikasi untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. Perubahan dalam regulasi atau pengakuan status mereka sebagai pekerja resmi dari pihak pemerintah diharapkan dapat memberi jalan keluar bagi permasalahan yang selama ini dihadapi.

Exit mobile version