Driver Gojek-Grab Cs Tolak Kenaikan Tarif Ojol, Desak Potongan Aplikasi 10%

Asosiasi Pengemudi Ojek Online (Ojol) Garda Indonesia mengekspresikan penolakan tegas terhadap rencana kenaikan tarif yang diusulkan oleh Kementerian Perhubungan (Kemenhub). Rencana tersebut merencanakan kenaikan tarif antara 8% hingga 15%, yang dinilai tidak memperhatikan kondisi dan keluhan pengemudi. Ketua Umum Garda, Raden Igun Wicaksono, menyatakan bahwa pihaknya merasa tidak pernah dilibatkan dalam proses kajian terkait kenaikan tarif ini dan mengatakan, “Hingga saat ini tidak ada komunikasi dan kajian komprehensif mengenai kenaikan tarif.”

Igun menegaskan bahwa fokus utama Garda tidak hanya pada tarif, melainkan pada potongan biaya aplikasi yang selama ini dirasa memberatkan pengemudi. Menurutnya, selama bertahun-tahun, perusahaan aplikasi telah melanggar ketentuan potongan maksimal yang ditetapkan pemerintah, namun tidak pernah mendapatkan sanksi yang memadai dari pihak berwenang. “Kami meminta potongan biaya aplikasi menjadi 10%,” tuturnya.

Dia juga menekankan bahwa kenaikan tarif berpotensi menimbulkan dampak ekonomi yang lebih luas, termasuk peningkatan harga layanan bagi konsumen. Dalam konteks ini, Garda mengajukan lima tuntutan utama kepada pemerintah. Pertama, adanya Undang-Undang (UU) tentang Transportasi Online atau Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu). Kedua, penetapan potongan biaya aplikasi maksimal 10%. Ketiga, pengaturan tarif khusus untuk layanan pengantaran barang dan makanan.

Keempat, Garda meminta audit investigatif terhadap perusahaan aplikasi terkait potongan 5% dari pengemudi yang sesuai dengan Kepmenhub KP No.1001 Tahun 2022. Kelima, mereka juga meminta penghapusan berbagai skema kerja yang dirasa tidak adil bagi pengemudi. Tuntutan ini diharapkan menjadi perhatian serius dari pemerintah agar kebijakan transportasi dapat lebih berkeadilan.

Sebelumnya, Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kemenhub, Aan Suhanan, menyebutkan bahwa kenaikan tarif telah melalui kajian zonasi dan keputusan itu bersifat final. Dalam beberapa zona, kenaikan tarif bervariasi, tergantung pada zona yang telah ditentukan. “Bervariasi kenaikan tersebut, ada yang naik 15%, ada 8% tergantung dari zona yang kita tentukan,” jelas Aan dalam Rapat Dengar Pendapat bersama Komisi V DPR RI.

Seiring dengan penolakan ini, Garda juga mengancam akan melaksanakan aksi demonstrasi lanjutan pada 21 Juli 2025 jika tuntutannya tidak dipenuhi. Mereka merencanakan untuk melakukan aksi mematikan aplikasi secara massal, di mana sekitar 500.000 pengemudi dari berbagai platform di seluruh Indonesia diharapkan ikut serta.

Di sisi lain, pemerintah perlu menanggapi keluhan pengemudi agar menciptakan kebijakan yang lebih adil, tidak hanya mengutamakan kepentingan aplikator. Igun menyatakan harapannya bahwa pemerintah dapat proaktif dalam mendengarkan aspirasi pengemudi dan mengedepankan keadilan dalam penyusunan kebijakan.

Penting bagi pemerintah untuk mempertimbangkan kenyataan bahwa pengemudi ojol adalah bagian vital dari ekonomi digital. Dengan peran yang semakin dominan di sektor transportasi, tanggung jawab untuk menjamin kesejahteraan mereka tak bisa diabaikan. Kenaikan tarif tanpa komunikasi yang baik dan pengaturan yang jelas justru berpotensi merusak hubungan antara perusahaan aplikasi dan pengemudi, serta berdampak pada kepuasan konsumen.

Dengan semua ketegangan dan tuntutan ini, dunia ojek online di Indonesia menghadapi tantangan besar. Baik pemerintah maupun aplikator perlu merespon dengan bijaksana agar adapati dan pertumbuhan sektor ini bisa berjalan beriringan dengan kesejahteraan semua pihak yang terlibat.

Berita Terkait

Back to top button