Pengamat: Bisnis Data Center di Indonesia Masih Prospektif 3-5 Tahun ke Depan

Industri pusat data di Indonesia diharapkan akan mengalami pertumbuhan yang signifikan dalam tiga hingga lima tahun mendatang. Menurut Heru Sutadi, Direktur Eksekutif Indonesia ICT Institute, pertumbuhan ini didorong oleh meningkatnya kebutuhan pemrosesan data dari sektor e-commerce, layanan publik, dan fintech. Dengan adopsi teknologi seperti kecerdasan buatan (AI), permintaan terhadap infrastruktur digital akan terus meningkat, membuat pasar data center menjanjikan ke depan.

Heru menyebutkan bahwa pasar data center di Indonesia diperkirakan akan mencapai nilai USD 3,98 miliar atau sekitar Rp 64,87 triliun pada tahun 2028, dengan tingkat pertumbuhan tahunan (CAGR) sebesar 14%. Kapasitas pusat data yang siap untuk mendukung AI diprediksi akan meningkat drastis dari 200 MW saat ini menjadi 971,9 MW pada tahun 2025, dan mencapai 2.110 MW pada tahun 2030. Hal ini menunjukkan adanya potensi yang besar bagi perkembangan infrastruktur data di Tanah Air.

Namun, meski prospek cerah, ada sejumlah tantangan yang perlu dihadapi. Salah satu tantangan utama adalah terkait keekonomian energi dan kerangka regulasi yang ada. Heru mencatat bahwa pusat data memerlukan pasokan listrik yang besar, tetapi tingginya biaya energi dan ketergantungan pada gas impor menjadi kendala. “Regulasi seperti UU PDP dan KBLI 63112 menuntut kepatuhan yang ketat, termasuk dalam hal residensi data dan izin lingkungan yang sering kali kompleks,” ujarnya.

Untuk mendukung pertumbuhan industri ini, Heru menegaskan pentingnya revisi regulasi yang relevan. Hal ini termasuk menyesuaikan kembali Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2019 tentang keberadaan pusat data, agar tetap sejalan dengan kepentingan nasional dan mendukung keberlanjutan sektor digital. Sebelumnya, Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2012 sudah menekankan pentingnya penempatan pusat data di dalam negeri.

Optimisme terhadap potensi pasar juga terlihat dari langkah perusahaan infrastruktur digital global seperti EDGNEX Data Centers by DAMAC. Masuknya investasi asing menunjukkan kepercayaan tinggi para investor terhadap pasar Indonesia. Namun, Heru menyoroti adanya risiko ketidakseimbangan antara suplai dan permintaan, yang dapat berujung pada overcapacity jika tidak diimbangi dengan pertumbuhan yang sepadan. Saat ini, kapasitas pusat data di Indonesia hanya 200 MW, jauh di bawah kebutuhan yang diproyeksikan mencapai 2.000 MW pada 2030.

EDGNEX berkomitmen untuk mengembangkan pusat data generasi berikutnya di Jakarta, dengan investasi yang mencapai USD 2,3 miliar atau sekitar Rp 37 triliun. Proyek ini diperkirakan menjadi salah satu pengembangan pusat data AI terbesar di Asia Tenggara. Lokasi proyek kini telah memasuki tahap awal konstruksi dan ditargetkan mulai beroperasi pada Desember 2026. Pusat data ini akan menggunakan rak AI berdensitas tinggi dengan efisiensi energi yang lebih baik dibandingkan standar global.

Hussain Sajwani, Pendiri DAMAC Group, menyatakan bahwa perusahaannya berkomitmen untuk menjembatani kesenjangan digital di pasar Asia Tenggara, khususnya di Indonesia. “Kami bangga membangun salah satu pusat data paling canggih dan berkelanjutan di kawasan ini, yang dirancang untuk mendukung gelombang inovasi dan pertumbuhan digital berikutnya,” katanya.

Di tengah semua perkembangan ini, kolaborasi antara investor lokal dan asing menjadi sangat penting. Dukungan regulasi yang adaptif juga diperlukan agar momentum pertumbuhan industri pusat data di Indonesia tidak hanya bersifat sementara, melainkan berkelanjutan. Indonesia memiliki peluang besar untuk menjadi pusat data regional, mengingat adanya hambatan dan tantangan di negara-negara tetangga yang sebelumnya mendominasi kawasan.

Berita Terkait

Back to top button