Komdigi Akui Pemblokiran IP Judi Online Tak Manjur, Banyak Celah di Lapangan

Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) mengakui bahwa upaya pemblokiran alamat protokol internet (IP) untuk menangkal judi online belum menunjukkan hasil yang memuaskan. Direktur Pengendalian Aplikasi Informatika Komdigi, Teguh Arifiyadi, menyatakan bahwa meski IP dari negara-negara yang terlibat dalam praktik judi diblokir, langkah ini tidak cukup untuk menghentikan akses ke situs-situs judi online.

Dalam konferensi pers di Jakarta, Teguh menjelaskan bahwa pemblokiran ini hanya solusi sementara. “Kami batasi IP-nya. Yang boleh akses mana? Apakah selesai masalahnya? Tidak juga,” ungkapnya. Pelaku judi online memiliki berbagai cara untuk mengakali pemblokiran ini, termasuk memalsukan alamat IP agar tampak berasal dari negara lain yang masih bisa diakses. Penggunaan VPN dan metode masking lainnya juga sering dimanfaatkan untuk menghindari deteksi.

Tantangan Hukum dan Kebijakan Antarnegara

Selain aspek teknis, Teguh juga menyoroti perbedaan kebijakan hukum antara negara-negara di Asia Tenggara, di mana banyak negara yang masih melegalkan judi, baik secara online maupun offline. Hal ini menciptakan kesulitan dalam penegakan hukum dan koordinasi antara negara-negara dalam menangani perjudian ilegal. Menurut Teguh, perbedaan dalam pendekatan hukum menyulitkan upaya pemerintah untuk melakukan tindakan preventif yang efektif.

“Pendekatan yang diambil berbeda. Mereka bilang boleh, kita bilang tidak. Akhirnya, langkah-langkah preventif seperti pemblokiran IP tetap digunakan meskipun efektivitasnya sangat terbatas,” tambah Teguh.

Keterlibatan Pekerja Migran

Teguh juga menjelaskan bahwa banyak pekerja migran Indonesia terlibat dalam sektor yang berkaitan dengan judi online dan pinjaman online ilegal. Dalam beberapa tahun terakhir, jumlah pekerja migran yang terlibat dalam aktivitas ilegal ini meningkat drastis, dari sekitar 6.000 orang menjadi 90.000 orang dalam setahun. Hal ini menunjukkan bahwa masalah judi online bukan hanya berkaitan dengan teknologi, tetapi juga menyangkut aspek sosial dan ekonomi.

Penggunaan Cryptocurrency dalam Judi Online

Aspek lain yang menjadi perhatian adalah penggunaan aset kripto oleh para pelaku judi online. Menurut Teguh, kini banyak pemain judi yang lebih memilih untuk melakukan transaksi menggunakan cryptocurrency daripada rekening bank. “Pelacakan perputaran dana melalui cryptocurrency jauh lebih rumit dibandingkan rekening perbankan. Ini menjadi tantangan tersendiri bagi pihak berwenang untuk melakukan pengawasan,” jelasnya.

Kondisi ini semakin diperparah dengan banyaknya akun bank yang diperjualbelikan secara ilegal, yang memungkinkan pelaku untuk dengan mudah mengakses layanan perbankan. Teguh menjelaskan bahwa sistem kripto memberikan ruang bagi pelaku judi untuk menyamarkan asal danau perputaran dana mereka. "Uang kripto ini ada yang dikirim keluar, perputarannya jadi halangan," katanya.

Strategi Preventif yang Perlu Diperkuat

Menyikapi tantangan ini, Teguh menegaskan perlunya penguatan kerjasama antara negara dalam membahas perjudian online. Kompleksitas hukum antarnegara memerlukan pendekatan yang lebih holistik dan terintegrasi. Melalui kebijakan yang kooperatif, diharapkan penanganan terhadap praktik judi online bisa lebih efektif dan menyeluruh.

Sementara itu, upaya pemerintah untuk membatasi akses ke situs judi online tetap menjadi pilihan yang diandalkan saat ini, meskipun harus diakui bahwa solusi ini tidaklah sempurna. Regulasi yang lebih ketat dan kerjasama internasional yang lebih kuat diperlukan untuk menghadapi fenomena perjudian online yang terus berkembang.

Dengan adanya tantangan-tantangan ini, Komdigi berharap akan ada inovasi dalam strategi penanganan judi online yang dapat lebih efektif di masa mendatang. Hal ini sangat penting mengingat dampak sosial dan ekonomi yang ditimbulkan dari praktik perjudian ilegal yang terus meluas.

Berita Terkait

Back to top button