Fenomena Bediding menjadi perhatian di Indonesia, terutama pada bulan Juli ketika seharusnya memasuki musim kemarau. Di tengah prediksi yang biasanya mengindikasikan penurunan curah hujan, kenyataannya, hujan masih mengguyur beberapa daerah dan bahkan menyebabkan banjir. Musim kemarau di Indonesia biasanya berlangsung dari Juni hingga September, dengan puncaknya terjadi antara akhir Juli hingga Agustus. Namun, saat ini, fenomena suhu dingin juga dapat dirasakan, terutama pada pagi hari.
Bediding, istilah yang dikenal di wilayah Jawa, merujuk pada kondisi di mana udara terasa lebih dingin saat memasuki musim kemarau. Fenomena ini bukanlah hal yang aneh dalam konteks klimatologi, melainkan merupakan hasil dari proses fisik yang berkaitan dengan kondisi atmosfer saat musim kemarau. Di masa ini, jarang terjadi hujan yang membuat tutupan awan berkurang. Hal ini menyebabkan panas permukaan bumi yang dihasilkan dari radiasi matahari lebih cepat dan banyak dilepaskan kembali ke atmosfer dalam bentuk radiasi gelombang panjang.
Dengan berkurangnya curah hujan, kelembapan udara juga berkurang. Situasi ini mengakibatkan sedikitnya uap air di dekat permukaan bumi. Dalam kondisi langit yang bersih, panas yang dipancarkan kembali secara alami ke atmosfer akan membuat udara dekat permukaan terasa lebih dingin, terutama di malam hingga pagi hari.
Geografi wilayah Indonesia yang terletak dekat khatulistiwa turut memengaruhi fenomena ini. Meskipun udara pagi cenderung dingin, suhu di siang hari justru bisa terasa lebih panas. Hal ini disebabkan oleh ketiadaan awan dan kurangnya uap air pada musim kemarau, yang memungkinkan radiasi matahari mencapai permukaan bumi dengan lebih banyak tanpa terhalang.
Di bagian selatan Indonesia, seperti Sumatera Selatan, Jawa Bagian Selatan, Bali, Nusa Tenggara Timur (NTT), dan Nusa Tenggara Barat (NTB), suhu udara pada siang hari terkadang dapat lebih rendah dibandingkan dengan periode bulan lainnya. Keberadaan angin timuran atau monsun Australia yang kering menjadi salah satu penyebabnya. Selama bulan Juli, puncak musim dingin Australia turut memengaruhi suhu udara, dengan udara dingin yang mengintrusi wilayah tersebut.
Fenomena suhu dingin ini tidak hanya terjadi di daerah dataran tinggi, melainkan juga di daerah yang biasanya lebih panas pada siang hari. Sebagai contoh, suhu pada siang hari meskipun terdengar lebih panas, bisa terasa lebih sejuk karena adanya angin dingin dari Australia. Ini menjadi bukti bahwa dinamika atmosfer dan geografi turut memainkan peran penting dalam suhu yang dirasakan di daerah-daerah tertentu.
Selain itu, posisi Matahari saat ini juga berada pada titik terjauh dari Bumi, yang dikenal sebagai Aphelion. Meskipun ada peningkatan jarak ini, dampaknya terhadap fenomena atmosfer di dekat permukaan bumi tetap tidak signifikan. Suhu dingin yang muncul dari interaksi antara aliran angin dan kondisi atmosfer saat ini lebih mendominasi perubahan suhu dibandingkan dengan faktor posisi Matahari.
Dengan fenomena Bediding ini, masyarakat diimbau untuk tetap waspada, terutama dalam menjalankan aktivitas sehari-hari. Cuaca yang tidak menentu ini dapat menyebabkan perubahan cepat dalam suhu dan kelembapan, yang berdampak langsung pada kesehatan dan kenyamanan. Penting bagi masyarakat untuk mengetahui bagaimana menyesuaikan diri dengan kondisi cuaca yang berubah-ubah, terutama saat musim kemarau ini.
Secara keseluruhan, fenomena Bediding menunjukkan kekayaan dan kompleksitas iklim Indonesia yang perlu dipahami lebih dalam. Terlebih lagi, penting untuk mencermati bagaimana perubahan cuaca dapat memengaruhi kehidupan sehari-hari. Hal ini menjadi penting dalam mempersiapkan diri menghadapi dinamika cuaca yang tidak terduga.





