Tim peneliti dari Fakultas Biologi Universitas Gadjah Mada (UGM) baru saja mengumumkan penemuan luar biasa yang mencakup tujuh spesies baru lobster air tawar di wilayah Papua Barat. Hasil eksplorasi ini membawa harapan baru dalam pemahaman keanekaragaman hayati di Papua, yang dikenal sebagai hotspot biodiversitas dan masih menyimpan banyak misteri. Penemuan tersebut dipublikasikan dalam jurnal internasional Quartil 2 Arthropoda pada 6 Juni 2025, dan melibatkan kolaborasi dengan peneliti independen dari Jerman dan lembaga riset di Berlin.
Menurut Dr. Rury Eprilurahman, salah satu penulis publikasi tersebut, penemuan ini hanya sebagian kecil dari potensi besar keanekaragaman hayati Papua yang belum dieksplorasi. Ketujuh spesies baru yang berhasil diidentifikasi antara lain Cherax veritas, Cherax arguni, Cherax kaimana, Cherax nigli, Cherax bomberai, Cherax farhadii, dan Cherax doberai. Mereka ditemukan di lokasi-lokasi terpencil seperti Misool, Kaimana, Fakfak, dan Teluk Bintuni, di mana ekosistem air tawar masih terjaga dengan baik dan minim aktivitas manusia.
Metodologi Penelitian
Proses identifikasi spesies ini menggunakan pendekatan integratif, yang menggabungkan karakter morfologis dan analisis filogeni molekuler, khususnya dengan menggunakan gen mitokondria 16S dan COI. Rury menjelaskan bahwa penelitian tidak hanya terbatas pada pengamatan fisik, tetapi juga dibandingkan dengan DNA untuk memastikan klasifikasi yang akurat. Hal ini penting karena menjamin bahwa spesies yang diidentifikasi memang berbeda secara biologis.
Menariknya, beberapa spesimen lobster ini awalnya telah muncul di pasar internasional dengan nama-nama komersial seperti Cherax sp., Red Cheek, Amethyst, dan Peacock. Rury menilai bahwa perdagangan spesies eksotik ini bisa menjadi pintu masuk untuk eksplorasi ilmiah, asalkan dikelola secara etis. Komunitas pecinta lobster hias sering kali menjadi sumber informasi awal bagi para peneliti untuk melakukan riset lebih mendalam.
Pusat Evolusi Baru
Hasil analisis genetik menunjukkan bahwa ketujuh spesies tersebut termasuk dalam kelompok northern lineage genus Cherax, yang sebelumnya mencakup 28 spesies. Dengan penemuan ini, jumlah spesies dalam kelompok tersebut kini menjadi 35. Klasifikasi ini menegaskan bahwa Papua Barat merupakan pusat evolusi untuk kelompok ini, yang berbeda dari kerabat dekatnya di Australia atau Papua Nugini.
Setiap spesies yang ditemukan memiliki ciri khas tersendiri. Sebagai contoh, Cherax arguni memiliki tubuh berwarna biru gelap dengan belang krem dan capit berwarna putih transparan. Analisis molekuler juga menunjukkan bahwa kerabat terdekatnya, Cherax bomberai, memiliki jarak genetik yang signifikan, yang membenarkan klasifikasi sebagai spesies tersendiri.
Rury menjelaskan bahwa metode yang digunakan dalam penetapan spesies ini termasuk Bayesian dan Maximum Likelihood berbasis data DNA mitokondria. Dia menambahkan, perbedaan pada sekuens DNA mitokondria spesies baru ini dapat mencapai 11 persen, yang menunjukkan adanya isolasi evolusioner yang lama dan signifikan.
Vulnerabilitas dan Konservasi
Namun demikian, penting untuk dicatat bahwa sebagian besar spesies baru ini ditemukan hanya di satu titik lokasi di sungai kecil yang belum dipetakan ekologisnya. Hal ini membuat mereka sangat rentan terhadap gangguan lingkungan. Untuk melindungi populasi di alam, lokasi spesimen tidak sepenuhnya diungkapkan dalam publikasi.
Rury menggarisbawahi pentingnya riset lanjutan dan pemetaan sebaran spesies untuk mendukung kebijakan konservasi yang berbasis data ilmiah. Ia menekankan perlunya keseimbangan antara eksplorasi ilmiah dan perlindungan habitat, terutama di wilayah yang mulai terpengaruh oleh aktivitas manusia.
Dengan penemuan ini, Fakultas Biologi UGM kembali menunjukkan komitmennya dalam riset biodiversitas tropis. Rury menutup pembicaraan dengan keyakinan bahwa sains yang kuat harus berakar pada pemahaman lokal demi masa depan yang lebih berkelanjutan. Penemuan ini tidak hanya memperkaya khazanah ilmu pengetahuan, tetapi juga mengingatkan kita akan pentingnya menjaga keanekaragaman hayati yang ada di bumi kita.





