Teknologi Poligenerasi: Ubah Air Laut Jadi Garam, Air Bersih, dan Listrik

Di pesisir Madura, sebuah terobosan teknologi bernama "poligenerasi" mulai mengubah cara para petani garam beroperasi. Teknologi ini tidak hanya menciptakan garam, tetapi juga menghasilkan air bersih dan listrik, menghadirkan solusi inovatif yang efektif bagi masyarakat. Inisiatif ini merupakan bagian dari program "Kampus Berdampak" yang berupaya menjembatani dunia akademik dengan kebutuhan lokal, menjadikan kampus sebagai agen perubahan.

Dikembangkan di Universitas Trunojoyo Madura, proyek ini dipimpin oleh Assoc. Prof. Wahyudi Agustiono. "Teknologi poligenerasi adalah komponen kunci dari inovasi ini," katanya. Dalam proyek ini, air laut diproses dengan cara yang lebih efisien, meningkatkan produktivitas dan hasil yang diperoleh dari satu sumber bahan mentah.

Sistem Cerdas Poligenerasi

Proses ini melibatkan pemanfaatan panel surya sebagai sumber energi. Energi yang dihasilkan digunakan untuk menggerakkan sistem desalinasi yang mengubah air laut menjadi air bersih. Seluruh proses terjadi secara simultan, memungkinkan petani untuk mengolah air laut menjadi empat produk: garam, air bersih, rumput laut, dan listrik.

Sistem ini memungkinkan petani garam untuk mendapatkan air bersih dengan biaya yang sangat kompetitif. Menurut Wahyudi, "Jika beroperasi selama 8 jam, teknologi ini dapat menghasilkan air bersih dengan harga jual sekitar 500 ribu rupiah per hari, lebih rendah dibandingkan harga air kemasan."

Dampak Ekonomi dan Sosial

Inovasi ini tidak hanya tentang teknologi, tapi juga dampak yang signifikan kepada ekonomi lokal. Dengan adanya air bersih, pendapatan petani bertambah berkat diversifikasi hasil. Mereka tidak lagi bergantung hanya pada garam, tetapi juga bisa mendapatkan pemasukan dari air bersih dan rumput laut. "Proyek ini menciptakan ekosistem ekonomi baru yang mendukung ketahanan pangan dan akses terhadap kebutuhan dasar," ungkap Wahyudi.

Kolaborasi Internasional dan Partisipasi Mahasiswa

Proyek ini tidak hanya berhenti di Madura; ia telah menarik perhatian para peneliti dari universitas ternama seperti Newcastle University dan MIT University Melbourne. Kerja sama internasional ini membuka peluang untuk transfer ilmu yang memperkuat dampak inovasi, dengan melibatkan mahasiswa sebagai aktor kunci.

Mahasiswa yang bekerja langsung di lapangan telah menawarkan berbagai ide yang bermanfaat, seperti pembuatan pintu air otomatis untuk budidaya rumput laut. "Inovasi berasal dari pengamatan langsung di lapangan, menandakan bahwa semua elemen—mahasiswa, dosen, dan petani—dapat berkontribusi dalam menciptakan solusi yang tepat," jelas Wahyudi.

Pendidikan yang Berorientasi Praktis

Lebih dari sekadar teori di kelas, proyek ini memperlihatkan nilai praktis di dunia nyata. Prof. Fauzan dari Kemendikbudristek menyatakan pentingnya melibatkan mahasiswa dalam penelitian yang berdampak langsung pada masyarakat. "Bukan hanya belajar di kampus, tetapi juga menghadapi tantangan yang nyata," ungkapnya.

Proyek "Harvesting Hope" di Madura adalah contoh sukses di mana riset berorientasi masyarakat mampu mengatasi beberapa masalah paling mendasar seperti ketidakpastian hasil panen dan akses terhadap air bersih. Inovasi ini menjadi cetak biru untuk membawa perubahan, tidak hanya di Madura, tetapi juga di berbagai daerah lain yang menghadapi tantangan serupa.

Melihat perkembangan ini, pertanyaan muncul: sektor mana lagi di Indonesia yang memerlukan sentuhan inovasi teknologi dari kampus? Proyek ini menjadi inspirasi, mendorong inisiatif lebih lanjut untuk menerapkan teknologi dalam menyelesaikan masalah yang ada di seluruh negeri.

Berita Terkait

Back to top button