
Wabah penyakit Legionnaires yang terjadi di Amerika Serikat telah mengakibatkan kematian tiga orang dan menjangkiti setidaknya 67 individu. Kasus-kasus tersebut terkonfirmasi oleh Departemen Kesehatan Kota New York dalam pembaruan terbaru. Penularan penyakit ini kemungkinan besar terkait dengan paparan terhadap bakteri Legionella yang berkembang di lingkungan tertentu, seperti sistem perpipaan, kolam renang, dan menara pendingin.
Penyakit Legionnaires ditandai oleh gejala mirip flu, seperti demam, batuk, nyeri otot, dan kesulitan bernapas. Menurut Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC), gejala tersebut dapat muncul dalam waktu dua hingga 14 hari setelah terpapar mikroorganisme. Penting bagi setiap individu, khususnya mereka yang berisiko tinggi seperti orang berusia 50 tahun ke atas, perokok, dan individu dengan penyakit paru-paru kronis, untuk segera mencari perawatan medis jika merasakan gejala-gejala tersebut.
Tidak seperti banyak penyakit menular lainnya, salah satu fakta penting tentang penyakit Legionnaires adalah bahwa ia tidak menular dari orang ke orang. Penularannya terjadi melalui inhalasi aerosol yang mengandung bakteri, yang sering ditemukan dalam air yang terkontaminasi. Ini berarti bahwa risiko terkena penyakit ini lebih tinggi pada lokasi-lokasi tertentu di mana bakteri dapat berkembang biak.
Data terbaru menunjukkan bahwa wabah ini terpusat di lima kode pos di wilayah Harlem, New York City. Departemen Kesehatan setempat terus melakukan penyelidikan untuk menentukan sumber dari wabah tersebut. Memang, beberapa tempat yang dapat menjadi sumber Legionella termasuk bak mandi air panas, menara pendingin di sistem pendingin udara, dan berbagai sistem plumbing lainnya.
Sistem perpipaan atau jaring pipa yang tidak terawat bisa menjadi tempat berkembang biaknya bakteri ini. Untuk mengurangi risiko terjangkit, pemilik gedung dan pengelola fasilitas disarankan untuk memperhatikan program pengelolaan air yang baik. Upaya ini mencakup pengecekan dan perawatan berkala pada sistem air dan pemantauan keberadaan Legionella di area tertentu.
Saat ini, tidak ada vaksin yang tersedia untuk melawan penyakit Legionnaires, sehingga pencegahan melalui pengelolaan lingkungan menjadi sangat penting. CDC juga merekomendasikan agar individu membersihkan peralatan yang menggunakan air secara teratur, termasuk keran dan bak mandi, untuk mengurangi kemungkinan pertumbuhan bakteri.
Diagnosis penyakit Legionnaires biasanya dilakukan melalui tes urine atau analisis laboratorium yang mengidentifikasi bakteri sebagai penyebab pneumonia. Dalam kasus yang lebih parah, pasien mungkin membutuhkan perawatan di rumah sakit dengan pemberian antibiotik atau terapi oksigen.
Walaupun berita ini menyedihkan, penting bagi masyarakat untuk tetap tenang dan tidak panik. Penjagaan diri yang tepat dapat membantu dalam mencegah terjadinya penularan. Untuk masyarakat di daerah dengan kasus yang dilaporkan, disarankan untuk tetap waspada terhadap gejala dan berkoordinasi dengan penyedia layanan kesehatan jika diperlukan.
Kepala Departemen Kesehatan juga menegaskan bahwa meski ada laporan mengenai wabah, masyarakat di wilayah tersebut tetap aman untuk menggunakan air untuk keperluan sehari-hari seperti minum dan mandi. Upaya memperbaiki sistem yang terdeteksi adanya Legionella telah dilakukan, dengan fokus pada memastikan kesehatan masyarakat.
Penting bagi semua individu untuk memahami risiko dan gejala penyakit ini, serta untuk proaktif dalam menjaga kesehatan diri dan lingkungan mereka. Edukasi dan peningkatan kesadaran akan penyakit Legionnaires sangat dibutuhkan untuk menghindari dampak serius di kemudian hari.





