Laba-laba Laut Ternyata Bertahan Hidup Berkat Bakteri Pemakan Metana

Jauh di dasar Samudra Pasifik, di kedalaman 3.350 kaki (1036 meter) yang gelap dan dingin di lepas pantai California Selatan, para ilmuwan telah membuat penemuan yang mengejutkan mengenai strategi bertahan hidup laba-laba laut. Penelitian yang dipimpin oleh Shana Goffredi dari Occidental College mengidentifikasi tiga spesies laba-laba laut baru dari genus Sericosura, yang tidak hanya bertahan hidup dalam keadaan ekstrem, tetapi juga mengembangkan simbiosis unik dengan bakteri methanotroph yang memungkinkan mereka memanfaatkan gas metana sebagai sumber nutrisi.

Laba-laba laut ini menunjukkan pendekatan yang sangat berbeda dibandingkan makhluk laut dalam lainnya. Alih-alih berburu atau menyaring makanan, laba-laba ini “beternak” dan memanen lapisan bakteri yang menutupi tubuh mereka. Mikroskop elektron menunjukkan bahwa setiap kaki laba-laba tersebut dipenuhi ribuan lubang kecil, yang menjadi tempat tinggal bagi bakteri tersebut. Dalam pengamatan menggunakan NanoSIMS, para peneliti mencatat bahwa bakteri-bakteri ini secara aktif mengonsumsi metana dan berkembang biak dengan cepat.

Yang menarik, para peneliti menemukan bahwa laba-laba laut ini tidak hanya mengandalkan bakteri tersebut untuk mendapatkan nutrisi, tetapi juga mengunyah dan memakan bakteri yang tumbuh di tubuh mereka sendiri. “Sama seperti Anda memakan telur untuk sarapan, laba-laba laut merumput di permukaan tubuhnya,” ujar Goffredi. Ini menyoroti kompleksitas hubungan simbiotik antara laba-laba dan bakteri, di mana laba-laba tidak hanya memanfaatkan bakteri, tetapi juga berpartisipasi dalam siklus hidupnya.

Sistem simbiosis ini bahkan memiliki dua tingkat yang rumit. Bakteri utama, methanotroph, mengoksidasi metana, melepaskan karbon dioksida dan metanol, yang kemudian dikonsumsi oleh bakteri sekunder di tubuh laba-laba. Penemuan ini menyiratkan bahwa laba-laba ini juga “mewariskan” sumber makanan ini kepada keturunannya; kantung telur yang dibawa oleh laba-laba jantan menunjukkan lapisan bakteri yang sama, memberikan nutrisi bagi telur sebelum menetas.

Dampak dari penemuan ini lebih jauh melebihi pemahaman tentang laba-laba laut. Pengamatan bahwa laba-laba ini mengonsumsi bakteri di tubuh mereka membuka jalur baru dalam siklus karbon global. Sebagian besar ekosistem yang bergantung pada metana dianggap bergantung pada mikroba yang berada di sedimen, tetapi penemuan ini menunjukkan adanya hewan yang secara aktif terlibat dalam “peternakan” bakteri. Dengan rembesan metana yang membentang luas di sepanjang garis pantai, laba-laba laut kecil seperti Sericosura berpotensi memproses sejumlah besar gas metana, berkontribusi pada pengurangan gas rumah kaca yang lolos ke atmosfer.

Ahli simbiosis Nicole Dubilier dari Max Planck Institute menegaskan bahwa meskipun 80 persen dari populasi laba-laba mungkin dimakan, 20 persen yang tersisa dapat terus bertahan hidup dan bereproduksi, menggambarkan pentingnya keberadaan mereka dalam ekosistem. Penemuan ini menunjukkan bahwa laba-laba laut tidak hanya berperan dalam ekosistem lokal tetapi juga memainkan peran penting dalam kesehatan ekosistem global.

Makhluk mungil ini, dengan strategi bertahan hidup yang begitu unik, merupakan pengingat akan kekayaan dan kompleksitas kehidupan di lautan dalam yang sering kali tidak terlihat oleh mata manusia. Penemuan ini menggarisbawahi pentingnya melindungi bentuk-bentuk kehidupan yang sangat kecil, namun berpotensi memberikan manfaat jauh melampaui habitat mereka yang gelap dan bertekanan tinggi. Para ilmuwan semakin disadarkan akan perlunya pemahaman yang lebih dalam mengenai interaksi ekosistem di laut dalam dan bagaimana hal tersebut dapat berdampak pada cara kita mengelola lingkungan kita ke depan.

Exit mobile version