Eksperimen Menyeramkan Ini Ungkap Gambaran Kiamat yang Mengejutkan

Pada akhir tahun 1960-an, peneliti perilaku John B. Calhoun melakukan eksperimen unik yang dikenal sebagai Universe 25, di mana ia menciptakan lingkungan utopis untuk tikus. Eksperimen ini bertujuan untuk meneliti perilaku sosial dan reproduksi dalam populasi yang semakin mengembang, dan hasilnya memberikan gambaran mencolok tentang potensi kiamat bagi masyarakat manusia.

Calhoun memulai percobaan ini dengan menempatkan empat pasang tikus di dalam blok apartemen berkapasitas 3.000 unit. Dalam kondisi ideal, tanpa predator dan dengan sumber makanan yang melimpah, populasi tikus pun berkembang pesat. Namun, saat mencapai angka 2.220, pertumbuhan tersebut mulai melambat. Perubahan perilaku aneh mulai terjadi, menciptakan apa yang disebut oleh Calhoun sebagai “behavioral sink.”

Dalam lingkungan ini, muncul karakteristik baru di antara tikus, seperti apa yang dikenal sebagai “tikus cantik.” Tikus-tikus ini lebih memilih mengurus diri sendiri daripada bersosialisasi. Ironisnya, mereka justru menghindari interaksi sosial yang penting untuk kelangsungan spesies mereka. Sementara itu, perilaku predator muncul di antara tikus jantan, di mana mereka menunjukkan agresi yang tidak biasa, termasuk kanibalisme dan penelantaran anak-anak.

Eksperimen ini berakhir tragis. Populasi tikus tidak hanya berhenti berkembang biak, tetapi juga menyusut secara dramatis hingga semua tikus mati. Calhoun menyatakan bahwa temuan ini bisa menjadi peringatan bagi umat manusia. Ia mengungkapkan bahwa meskipun ia berbicara tentang tikus, pikirannya tertuju pada kondisi manusia yang mungkin akan serupa.

Dampak dari eksperimen ini menjangkau jauh melampaui laboratorium. Ada keprihatinan luas bahwa pola perilaku negatif yang muncul dalam populasi tikus bisa menjadi cerminan potensi masalah sosial di masyarakat manusia. Tajuk utama di The Washington Post pada saat itu menunjukkan kegelisahan masyarakat: “Sepuluh kotak tikus mati bisa jadi adalah kita: Apakah umat manusia modern menjadi koloni tikus raksasa?”

Walau populasi manusia saat ini telah berlipat ganda menjadi 8 miliar dalam 50 tahun terakhir, prediksi Calhoun mengenai keruntuhan masyarakat belum sepenuhnya terwujud. Banyak ahli, termasuk sejarawan sains Edmund Ramsden, mulai menantang kesimpulan Calhoun. Ia berargumen bahwa ketidaksetaraan sosial turut berkontribusi pada masalah yang dihadapi oleh kelangsungan hidup di dalam sistem yang tampaknya ideal.

Menurut Ramsden, meskipun lingkungan penuh sumber daya, akses kepada sumber daya tersebut tidak merata. Ia dan rekannya, Jon Adams, dalam karya mereka “Rat City: Overcrowding and Urban Derangement in the Rodent Universes of John B. Calhoun,” mengemukakan bahwa interaksi sosial yang terganggu dijumpai pada tikus, mengarah pada peningkatan agresi dan penurunan populasi. Hal ini menjadi cerminan akan pentingnya struktur sosial yang seimbang dalam masyarakat kita.

Kurangnya interaksi sosial di ruang yang ramai, yang terlihat di kalangan manusia, mirip dengan dinamika yang alami pada tikus. Penelitian menunjukkan bahwa manusia mampu menjadi terasing meski ada kerumunan. Berbeda dengan tikus yang terpaksa berinteraksi, manusia dapat dengan mudah menghindari kontak sosial di tempat-tempat ramai.

Belakangan ini, penelitian lanjutan dan diskusi tentang eksperimen Calhoun menunjukkan bahwa meskipun kondisi ideal untuk populasi tikus diciptakan, hasil akhir menunjukkan efek negatif dari kebijakan sosial yang tidak seimbang. Dengan demikian, eksperimen ini tetap relevan dalam menawarkan wawasan mengenai tantangan masa depan yang dapat dihadapi umat manusia dalam mengelola populasi dan interaksi sosial.

Penting untuk mencermati perkembangan masyarakat yang semakin kompleks dan beragam agar tidak jatuh pada kesalahan yang sama. Dengan memanfaatkan pelajaran dari Universe 25, kita diharapkan dapat merencanakan masa depan yang lebih berkelanjutan.

Berita Terkait

Back to top button