Penelitian terbaru dari Dr. Khariri, seorang peneliti di Pusat Riset Biomedis Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), mengungkap fakta penting terkait isu yang tengah viral: tuduhan bahwa vaksin berbasis Messenger Ribonucleat Acid (mRNA) dapat menyebabkan kanker. Dalam diskusi ilmiah yang diadakan pada 12 Agustus 2025, Khariri menyatakan bahwa klaim tersebut tidak memiliki dasar ilmiah yang kuat.
Klarifikasi tentang Vaksin mRNA
Khariri menjelaskan bahwa vaksin mRNA bekerja dengan cara membawa instruksi untuk memproduksi protein tertentu, seperti protein spike pada virus SARS-CoV-2. Proses ini berlangsung di sitoplasma sel dan tidak pernah memasuki inti sel, tempat di mana DNA berada. "Instruksi ini tidak mengubah DNA," tegas Khariri. Hal ini menunjukkan bahwa vaksin mRNA tidak memiliki kemampuan untuk mempengaruhi material genetik manusia.
Lebih lanjut, Khariri menjabarkan bahwa untuk vaksin mRNA dapat disisipkan ke dalam DNA, dibutuhkan enzim khusus yang bernama reverse transcriptase. Enzim ini tidak ada dalam tubuh manusia, sehingga vaksin mRNA tidak bisa menyebabkan mutasi atau perubahan genetik yang bisa memicu kanker. "Tidak ada mekanisme dalam vaksin mRNA yang memungkinkan integrasi ke DNA manusia," imbuhnya.
Keamanan Vaksin mRNA
Data ilmiah menunjukkan bahwa platform mRNA telah terbukti aman. Khariri menegaskan bahwa vaksin mRNA telah digunakan secara luas dalam pengembangan vaksin modern dan tidak ditemukan efek samping berat yang berkaitan dengan kanker. “Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, vaksin ini aman dan dapat membantu melawan pandemi COVID-19 tanpa meningkatkan risiko kanker,” jelasnya.
Penyebaran Hoaks di Era Digital
Dalam penjelasannya, Khariri juga menyoroti pentingnya edukasi publik untuk melawan hoaks yang beredar di media sosial. Penyebaran informasi menyesatkan dapat terjadi dengan mudah, sehingga masyarakat perlu dibekali pengetahuan yang jelas dan sederhana mengenai vaksin. "Informasi harus disampaikan dalam bahasa yang dapat dipahami oleh masyarakat, sehingga tidak menimbulkan salah paham," katanya.
Khariri menyarankan bahwa peneliti, akademisi, dan tenaga kesehatan sebaiknya selalu berpegang pada bukti ilmiah dalam proses klarifikasi. "Tekankan bukti dan data ilmiah agar masyarakat memahami bahwa informasi yang salah harus disangkal dengan fakta," tutupnya.
Kesimpulan
Situasi ini menunjukkan bahwa penting bagi masyarakat untuk mencari informasi dari sumber yang terpercaya sebelum percaya terhadap klaim-klaim yang beredar. Komunikasi yang efektif dan edukasi yang baik tentang ilmu pengetahuan sangat krusial untuk membantu mengatasi kesalahpahaman yang berpotensi berbahaya. Peran aktif masyarakat dalam menyaring informasi adalah langkah awal untuk melawan pandemi informasi yang salah dan membangun kepercayaan terhadap ilmu kesehatan.
