Gelombang Panas Ekstrem di Eropa Picu Kebakaran Hutan Besar-besaran

Gelombang panas ekstrem yang melanda Eropa dan kawasan Mediterania dalam beberapa bulan terakhir telah menciptakan dampak yang destruktif, termasuk serangkaian kebakaran hutan besar-besaran. Data dari Observatorium Kekeringan Eropa (EDO) menunjukkan bahwa pada bulan Juli 2025, lebih dari 52 persen wilayah Eropa dan Mediterania mengalami kekeringan, menjadikannya periode terburuk yang pernah tercatat sejak pengukuran dimulai pada tahun 2012.

Kekeringan yang berkepanjangan ini telah menyebabkan suhu di beberapa negara Eropa melonjak drastis. Di Kosovo, misalnya, suhu puncak mencapai 42,4 derajat Celsius, memecahkan rekornya sendiri yang sudah berdiri sejak 1987. Sebagian besar wilayah Eropa Timur dan Balkan berstatus ‘siaga merah’ akibat kondisi ini, termasuk Hongaria, di mana lahan yang berstatus peringatan meningkat dari sembilan persen menjadi 56 persen dalam satu bulan.

Kebakaran hutan berkobar di berbagai lokasi, termasuk Albania, Montenegro, dan Kroasia. Di Albania, setidaknya 34.000 hektar lahan sudah terbakar sejak awal Juli. Hal ini mendorong penangkapan lebih dari 20 orang dengan dugaan melakukan pembakaran ilegal. Suhu ekstrem juga menjadi penyebab kematian tragis seorang anak berusia empat tahun di Sardinia, Italia, akibat sengatan panas. Italia sendiri telah mengeluarkan peringatan merah untuk lebih dari sepuluh kota besar.

Prancis tak ketinggalan dalam mencatat suhu ekstrem, dengan Bordeaux mencatat 41,6 derajat Celsius, melampaui rekor sebelumnya. Dua belas wilayah di Prancis kini berada dalam siaga gelombang panas merah, sehingga otoritas kesehatan menerbitkan imbauan bagi masyarakat untuk mengurangi konsumsi kafein dan alkohol serta memperbanyak asupan cairan.

Sementara itu, di Spanyol, kebakaran di lokasi pertambangan Las Medulas yang terdaftar sebagai warisan dunia UNESCO memaksa ratusan orang mengungsi. Suhu yang luar biasa tinggi, mendekati 40 derajat Celsius di berbagai wilayah, juga memicu kebakaran di Tarifa, yang menyebabkan evakuasi lebih dari 2.000 penduduk. Di Portugal, pihak berwenang tengah berjuang menghadapi tiga kebakaran besar, sementara di Turki, suhu mencatatkan rekor tertinggi dalam 55 tahun dengan Silopi mencapai 50,5 derajat Celsius.

Para ilmuwan iklim menunjukkan bahwa fenomena iklim ekstrem ini bukan hal yang terisolasi, melainkan bagian dari tren pemanasan global yang lebih luas. Penyebab utama gelombang panas ini adalah kombinasi dari pencemaran, penggundulan hutan, dan aktivitas manusia yang semakin mempercepat perubahan iklim. Ini menyoroti perlunya tindakan cepat dan efektif untuk mengatasi dampak yang ditimbulkan, baik melalui pencegahan kebakaran hutan maupun mitigasi perubahan iklim.

Kehadiran gelombang panas membawa berbagai tantangan bagi pemerintah dan masyarakat, termasuk perlunya penanganan kesehatan akibat suhu ekstrem dan ancaman kebakaran hutan. Beberapa negara telah mulai meningkatkan kesiapan alat dan sumber daya untuk memadamkan kebakaran, seperti yang terjadi di Turki, di mana lebih dari 2.000 penduduk dievakuasi setelah kebakaran menghancurkan rumah-rumah mereka.

Tindakan untuk menangani situasi ini sangat penting agar kejadian serupa dapat diminimalkan di masa depan. Analisis lebih dalam dan langkah-langkah komprehensif perlu dilakukan untuk memberikan jaminan keselamatan bagi populasi di kawasan yang terpengaruh.

Perkembangan ini mengingatkan kita akan betapa rentannya ekosistem dan pentingnya kesadaran global dalam menangani perubahan iklim. Kesiapsiagaan dan respons cepat diperlukan untuk melawan kebakaran serta dampak dari gelombang panas yang sedang berlangsung.

Exit mobile version