Teknologi deepfake kembali menjadi perhatian setelah Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dilaporkan menjadi korban penyalahgunaan teknik manipulasi digital ini. Sebuah video viral beredar di media sosial, menampilkan sosok mirip Sri Mulyani dengan narasi yang menyesatkan, yang mengklaim bahwa guru adalah beban negara. Kejadian ini menunjukkan bahwa deepfake kini bukan hanya sekadar isu teknologi, melainkan ancaman nyata dalam ranah politik dan sosial.
Deepfake, yang berasal dari istilah “deep learning” dan “fake,” adalah teknologi berbasis kecerdasan buatan (AI) yang dapat memanipulasi gambar, suara, atau video dengan tingkat realisme yang tinggi. Melalui teknik machine learning dan generative adversarial networks (GANs), teknologi ini mampu mengubah wajah atau suara seseorang hingga sulit dibedakan dari aslinya. Meski awalnya dikembangkan untuk tujuan positif—seperti perfilman dan iklan—banyak kasus menyalahgunakannya untuk penipuan, pencemaran nama baik, hingga disinformasi politik.
Kasus yang menimpa Sri Mulyani mendemonstrasikan risiko yang dihadapi oleh tokoh publik. Diketahui, video yang beredar merupakan potongan dari pidato yang disampaikan olehnya dalam forum di Institut Teknologi Bandung pada 7 Agustus 2025. Dalam video tersebut, narasi yang disampaikan telah diedit sedemikian rupa sehingga menyesatkan publik. Sri Mulyani pun merespons dengan tegas, menegaskan bahwa potongan video itu adalah hoaks. “Faktanya, saya tidak pernah menyatakan guru sebagai beban negara,” ujar Sri Mulyani melalui akun Instagramnya.
Melihat dampak yang bisa ditimbulkan, penyebaran deepfake dapat merusak reputasi individu dan menyinggung kepercayaan masyarakat terhadap informasi yang beredar. Deepfake bisa memicu ketegangan sosial dan merugikan stabilitas politik. Penelitian menunjukkan bahwa keberadaan konten palsu berpotensi meningkatkan polaritas dalam masyarakat, menciptakan disharmoni di antara berbagai kelompok.
Sri Mulyani menjelaskan bahwa pernyataan yang di-attributed padanya sama sekali tidak keluar dari mulutnya. Video yang viral telah memicu tanggapan luas, bukan hanya dari kalangan rakyat biasa tetapi juga dari politisi dan akademisi. Banyak yang menyatakan keprihatinan tentang semakin tersebarnya teknologi semacam ini tanpa adanya kontrol yang ketat.
Situasi ini mengingatkan kita akan perlunya edukasi masyarakat tentang informasi yang dapat dipercaya. Salah satu langkah penting dalam menangani isu ini adalah meningkatkan literasi digital, sehingga orang-orang dapat lebih kritis dalam menanggapi dan membedakan konten asli dari yang manipulatif.
Pemerintah dan lembaga terkait juga diharapkan untuk mengambil tindakan yang lebih tegas terhadap penyebaran konten-konten berbahaya semacam ini. Penegakan hukum yang lebih kuat dan regulasi tentang penggunaan teknologi AI dalam manipulasi media dapat membantu mengurangi potensi penyalahgunaan di masa depan.
Dalam menghadapi ancaman ini, sudah saatnya masyarakat bersatu untuk menjaga keutuhan informasi dan melindungi tokoh-tokoh publik dari hoaks yang merugikan. Kasus Sri Mulyani adalah cermin bagi kita semua bahwa di era digital, semua orang berpotensi menjadi sasaran Deepfake, dan oleh karena itu, kewaspadaan harus ditingkatkan.





