Menjadi Orang Tua di Era Digital: Tantangan dan Solusi untuk Keluarga Modern

Di era digital saat ini, menjadi orang tua bukanlah tugas yang mudah. Anak-anak yang lahir sebagai digital native tumbuh dalam dunia di mana layar gawai menjadi bagian integral dari kehidupan mereka. Gawai bukan hanya alat komunikasi, melainkan juga ruang sosial, ruang belajar, dan bahkan ruang bermain. Oleh karena itu, peran orang tua kini lebih dari sekedar memastikan nutrisi dan pendidikan dasar mereka. Orang tua dituntut untuk aktif terlibat dalam kehidupan digital anak-anak, mengingat kompleksitas dan tantangan yang dihadapi generasi muda saat ini.

Menurut data dari Common Sense Media, anak-anak mulai menggunakan perangkat layar pada usia yang sangat muda. Sekitar 40% anak usia 2 tahun memiliki tablet sendiri, sementara 51% anak usia 8 tahun ke bawah memiliki perangkat seluler. Dengan tren ini, pengawasan orang tua terhadap penggunaan gawai anak-anak mereka sangat penting. Namun, survei menunjukkan bahwa hanya 62% orang tua yang menonton YouTube bersama anak mereka, sedangkan hanya 17% yang melakukan hal yang sama untuk konten di TikTok. Hal ini menunjukkan bahwa interaksi orang tua dan anak dalam konteks digital masih perlu ditingkatkan.

Serial Netflix berjudul "Adolescence" menggambarkan dinamika remaja yang tidak terpisahkan dari dunia maya. Serial ini mencerminkan isu-isu seperti tekanan dari media sosial, cyberbullying, dan kesepian yang dialami banyak remaja. Stephen Graham, salah satu penulis naskah, bertanya mengenai sejauh mana tekanan ini mirip di berbagai belahan dunia. Dengan adanya tantangan-tantangan ini, orang tua harus lebih proaktif dalam menjalin komunikasi yang terbuka dan sehat dengan anak-anak mereka mengenai pengalaman mereka di dunia digital.

Untuk menciptakan lingkungan digital yang positif, beberapa langkah yang direkomendasikan antara lain:

  1. Mulailah dengan rasa ingin tahu. Alih-alih melarang akses ke gawai atau aplikasi tertentu, orang tua sebaiknya berdialog dengan anak. Tanyakan apa yang mereka sukai dari platform yang mereka gunakan, seperti TikTok atau Instagram. Ini menciptakan suasana yang lebih terbuka dan diskusif.

  2. Jadilah model digital yang sehat. Anak-anak cenderung meniru perilaku orang tua mereka. jika orang tua terus-menerus menggunakan gawai, mereka tidak dapat meminta anak untuk membatasi screen time mereka. Oleh karena itu, selalu tunjukkan perilaku digital yang baik.

  3. Ciptakan zona bebas gawai. Batasi penggunaan gawai selama waktu-waktu tertentu, seperti saat makan malam atau saat berkumpul. Ini tidak hanya menyebabkan interaksi lebih berkualitas, tetapi juga membantu membangun kebiasaan baik dalam keluarga.

  4. Jelajahi gawai bersama. Menghabiskan waktu bersama anak saat menggunakan gawai bisa mempererat hubungan. Misalnya, orang tua bisa menonton film dengan anak dan mendiskusikannya setelahnya.

  5. Ketahui kapan harus mundur. Meskipun penting untuk mengawasi anak, seiring bertambahnya usia anak, pemantauan yang berlebihan bisa menimbulkan rasa terkekang. Berikan mereka ruang untuk beradaptasi dan belajar bertanggung jawab sambil tetap menjaga komunikasi terbuka.

Orang tua perlu menyadari bahwa meskipun teknologi akan terus berkembang, kehadiran mereka tak tergantikan. Anak-anak tidak hanya membutuhkan pengawasan, tetapi juga dukungan emosional sehingga mereka merasa didukung dan dimengerti. Dalam konteks ini, “Melek teknologi” saja tidak cukup; orang tua harus lebih terlibat dan hadir dalam kehidupan digital anak mereka.

Tidak kalah penting, kolaborasi antara orang tua dengan berbagai pemangku kepentingan, termasuk pendidik dan psikolog, juga dibutuhkan untuk menciptakan lingkungan pembelajaran yang sehat. Acara Indonesia Future of Learning Summit (IFLS) 2025 menjadi salah satu wadah untuk belajar tentang pendidikan di era digital, di mana orang tua dan ahli dapat berbagi strategi dan panduan untuk menghadapi tantangan pendidikan di masa depan.

Dengan kombinasi pendekatan yang baik dan kesadaran akan pentingnya kesehatan mental, orang tua dapat membantu anak-anak mereka tidak hanya dalam dunia digital, tetapi juga dalam mempersiapkan diri untuk menghadapi tantangan di masa depan.

Exit mobile version