Perang harga di sektor e-commerce China semakin memanas, mengakibatkan laba perusahaan-perusahaan raksasa seperti Meituan, Alibaba, dan JD.com tertekan. Strategi diskon dan promosi yang agresif telah menyebabkan margin keuntungan tergerus, sekaligus mengundang perhatian para regulator yang khawatir mengenai dampak jangka panjang terhadap ekonomi negara tersebut.
Dalam laporan terbaru, diperkirakan bahwa perang harga antara ketiga perusahaan tersebut akan berlanjut, berpotensi menekan kondisi keuangan mereka dalam jangka pendek hingga menengah. Alibaba, Meituan, dan JD.com tengah bersaing ketat untuk menguasai pasar instant retail, yaitu layanan belanja dengan pengantaran cepat dalam waktu satu jam. “Kami melihat kompetisi yang ada sudah berlebihan dan tidak berkelanjutan,” kata CEO JD.com, Sandy Xu.
Ketiga raksasa e-commerce ini tidak segan-segan menggelontorkan dana miliaran dolar untuk menarik perhatian konsumen. Nomura memperkirakan total pengeluaran untuk strategi ini bisa mencapai lebih dari US$4 miliar hanya dalam kuartal II/2025. CEO Meituan, Wang Xing, menekankan bahwa perang harga telah memasuki fase baru sehingga memperlihatkan intensitas yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Ada kekhawatiran di kalangan investor bahwa taktik agresif ini dapat mengakibatkan spiral penurunan harga, yang pada gilirannya mempengaruhi kondisi ekonomi yang sudah rapuh akibat lemahnya sektor properti dan ketidakstabilan lapangan kerja. Regulator pemerintah mulai mengambil langkah untuk memantau situasi ini secara lebih ketat, mendorong perusahaan-perusahaan untuk menjaga keseimbangan antara pertumbuhan bisnis dan stabilitas pasar.
S&P Global memperkirakan bahwa Meituan, JD.com, dan Alibaba akan menghabiskan setidaknya 160 miliar yuan (sekitar Rp349,8 triliun) dalam waktu 12 hingga 18 bulan ke depan untuk mempertahankan pangsa pasar mereka. Namun, analis memperingatkan bahwa laba mereka mungkin akan terus tertekan dalam waktu dekat, terutama untuk Meituan yang pendapatannya sebagian besar berasal dari layanan pesan-antar makanan.
JD.com mencatat kerugian signifikan di segmen pengantaran makanan, yang mengancam posisi labanya pada kuartal II. Sementara Alibaba, meskipun sedikit lebih aman karena kontribusi sektor instant retail yang lebih kecil terhadap bisnis intinya, tetap menghadapi tantangan besar dalam mempertahankan pendapatan.
Pinduoduo, platform domestik milik PDD, juga menunjukkan tanda-tanda tekanan walaupun sejauh ini ia cenderung menjauh dari pertempuran insentif harga. Namun, karena diskon yang gencar dari pesaing lainnya, kompetisi harga semakin mengikis keunggulan kompetitif yang dimiliki.
Di sisi lain, para pemimpin di industri ini optimis bahwa pengorbanan jangka pendek akan membuahkan hasil dalam jangka panjang. CEO Alibaba, Jiang Fan, memproyeksikan bahwa segmen instant retail dapat berkontribusi hingga 1 triliun yuan (sekitar Rp2.187 triliun) dalam total nilai transaksi bruto tahunan dalam tiga tahun ke depan.
Meskipun beberapa indikator, seperti kenaikan jumlah pengguna aktif pada platform e-commerce, menunjukkan pergeseran yang positif, tantangan untuk mempertahankan pendapatan tetap ada, terutama setelah periode kesuksesan selama festival belanja “618”.
Dari perspektif eksternal, regulasi pemerintah dapat menjadi faktor penentu dalam menyudahi perang harga yang tidak berkelanjutan ini. Pada bulan Juli, ketiga perusahaan secara bersamaan merilis komitmen untuk mengurangi intensitas persaingan yang merugikan. Analis senior Moody’s Ratings, Ying Wang, menyatakan harapan bahwa komitmen perusahaan untuk mengikuti kebijakan pemerintah akan berkontribusi pada stabilisasi persaingan di sektor ini.
Seiring dengan berlangsungnya festival belanja Singles’ Day pada bulan November mendatang, semua mata akan tertuju pada bagaimana perusahaan-perusahaan ini akan menavigasi perang harga yang penuh risiko ini.





