Serangan siber yang menghancurkan telah mengguncang jaringan sekolah prasekolah internasional Kido, di mana sekitar 8.000 data anak berhasil dicuri oleh kelompok peretas bernama Radiant. Insiden ini memicu kepanikan di kalangan orang tua, seiring informasi sensitif seperti nama, alamat, foto, serta data orang tua dan pengasuh dipajang di dark web. Peretas bahkan mengancam akan menyebarluaskan lebih banyak data jika tebusan tidak dibayarkan.
Radiant menunjukkan sample data yang dicuri di dark web dan meminta uang tebusan dari Kido. Mereka juga menghubungi sejumlah orang tua melalui telepon, menekan untuk campur tangan dalam meminta pihak sekolah memenuhi tuntutan mereka. “Mereka adalah korban tak berdosa. Data pribadi anak-anak seharusnya tidak boleh memiliki nilai apa pun,” ungkap Bryony Wilde, seorang orang tua murid yang sangat mengecam tindakan ini.
Kido mengonfirmasi insiden tersebut kepada orang tua, tetapi hingga kini belum memberikan pernyataan resmi. Dalam menghadapi situasi ini, beberapa orang tua memuji bagaimana pihak sekolah menangani krisis ini, meskipun tetap merasakan ketidaknyamanan dan ketakutan melihat data anak mereka terancam.
Kejadian ini menjadi sorotan para pengamat keamanan siber. Graeme Stewart, pakar dari Check Point Software, menyatakan bahwa menyerang anak-anak dan lembaga pendidikan adalah “level terendah dalam sejarah kejahatan siber”. Selain itu, Jonathon Ellison dari National Cyber Security Centre (NCSC) Inggris menyebut serangan ini sangat memprihatinkan, menyoroti tren peningkatan serangan siber di dunia pendidikan.
Radiant berupaya membenarkan tindakan mereka dengan klaim sebagai “pentest” atau uji penetrasi yang dilakukan tanpa izin. Namun, para pakar keamanan menekankan bahwa tindakan semacam ini tetap merupakan kejahatan berat. “Sekalipun menyebut diri ‘ethical hacker’, tindakan mencuri dan memeras tanpa izin jelas kriminal,” jelas seorang pakar dari Sophos.
Kementerian terkait, termasuk NCSC dan Information Commissioner’s Office (ICO), telah berinisiatif membuka penyelidikan atas insiden ini. Mereka mendorong semua pihak untuk tidak membayar tebusan, menekankan bahwa pembayaran hanya akan memperburuk situasi kejahatan siber.
Data menunjukkan bahwa sepanjang tahun 2025, lebih dari sepertiga sekolah di Inggris telah mengalami serangan siber yang mempengaruhi proses belajar mengajar. Rata-rata permintaan tebusan untuk sekolah kini mencapai £5,1 juta, sementara biaya pemulihan rata-rata hampir mencapai £3 juta per insiden. Kejadian sebelumnya di Lancashire merupakan salah satu yang paling mencolok, di mana sepuluh sekolah harus offline selama berminggu-minggu akibat ransomware.
Analisis menunjukkan bahwa banyak sekolah dan lembaga pendidikan di Inggris memiliki pertahanan digital yang lemah, dengan sistem kuno dan anggaran keamanan siber yang terbatas. Hal ini menjadikan mereka target empuk bagi peretas. Serangan terhadap Kido mungkin adalah puncak dari fenomena yang lebih luas, mencerminkan kebutuhan mendesak untuk memperhatikan keamanan data di institusi pendidikan.
Dalam menghadapi risiko yang terus meningkat, orang tua dan pihak sekolah diharapkan untuk berkolaborasi dan memperkuat langkah-langkah keamanan data. Pemerintah juga didorong untuk menyusun pedoman dan perlindungan bagi lembaga pendidikan dan keluarga korban agar kejadian serupa tidak terulang.
Src: https://teknologi.bisnis.com/read/20250928/84/1915342/8000-data-anak-dicuri-orang-tua-panik-dijual-bebas-di-dark-web/All
