Peneliti dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) baru-baru ini mengeluarkan peringatan serius mengenai risiko tenggelamnya Kepulauan Seribu akibat dampak perubahan iklim. Studi yang mereka lakukan menyoroti bahwa jika permukaan laut meningkat antara tiga hingga lima meter, hingga 29 pulau kecil di kawasan tersebut diperkirakan akan hilang, mengakibatkan dampak langsung pada ribuan penduduk yang mendiami pulau-pulau tersebut.
Kepulauan Seribu, yang terdiri dari 114 pulau kecil dan dihuni oleh lebih dari 28.000 orang, memiliki ketinggian rata-rata hanya 2,4 meter di atas permukaan laut. Hal ini menjadikannya sangat rentan terhadap naiknya permukaan air laut. Dalam ungkapan resminya di media sosial, BRIN menunjukkan betapa mengkhawatirkannya kondisi ini, di mana jika air laut naik hingga tiga meter, seluruh pulau berpenduduk bakal terendam. Sementara itu, dalam skenario yang lebih ekstrem, kenaikan lima meter dapat menghapus total 29 pulau dari peta, menimbulkan dampak bagi sekitar 16.500 warga.
Kenaikan permukaan laut bukanlah satu-satunya tantangan yang dihadapi oleh Kepulauan Seribu. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Pusat Riset Oseanografi BRIN, suhu rata-rata di wilayah ini juga mengalami peningkatan, mencapai 2,2 derajat Celcius. Peningkatan suhu tersebut bukan hanya terasa pada siang hari, tetapi juga berdampak pada malam hari yang kian terasa lebih panas. Fokus utama dari perubahan ini adalah risiko kesehatan yang meningkat, potensi penurunan produktivitas, serta kemungkinan kematian akibat gelombang panas ekstrem.
Berdasarkan simulasi yang dilakukan BRIN, ada wilayah-wilayah yang ditandai berwarna biru pada peta yang menunjukkan area yang bakal tergenang air. Peneliti Martiwi Diah Setiawati memperingatkan bahwa ancaman ini merupakan hasil dari kombinasi antara kenaikan permukaan laut, cuaca ekstrem, dan meningkatnya suhu global yang signifikan.
Seiring dengan dinamika lingkungan ini, pertumbuhan jumlah penduduk di Kepulauan Seribu memberikan tekanan tambahan terhadap sumber daya alam. Mengakibatkan masyarakat melakukan reklamasi pantai secara mandiri untuk memperluas area daratan. Sayangnya, tindakan tersebut dapat berdampak negatif, seperti menurunnya kualitas air, kerusakan ekosistem pesisir, dan transformasi fungsi area laut dangkal menjadi daratan.
Menanggapi situasi kritis ini, BRIN menekankan pentingnya kolaborasi antar sektor untuk menangani perubahan iklim. Dalam paparannya, mereka mengusulkan beberapa strategi kunci, termasuk penelitian yang berbasis data, pengembangan kebijakan yang informatif, dan peningkatan kesadaran publik. BRIN juga mengajak semua pihak, mulai dari pemerintah hingga masyarakat, untuk memperkuat langkah mitigasi dan adaptasi iklim guna menjaga keberlanjutan Kepulauan Seribu.
Dalam konteks yang lebih luas, peringatan BRIN ini menjadi panggilan untuk bertindak. Tidak hanya untuk melindungi masyarakat yang tinggal di Kepulauan Seribu, tetapi juga untuk menanggulangi dampak perubahan iklim yang lebih besar yang akan dirasakan oleh seluruh dunia. Dengan upaya bersama yang terkoordinasi, masih ada harapan untuk menjaga kondisi pulau-pulau ini, yang memiliki nilai ekologis dan sosial yang tinggi. Melibatkan semua elemen masyarakat dalam tindakan-tindakan positif adalah langkah yang krusial demi masa depan yang lebih baik bagi Kepulauan Seribu dan seluruh kawasan pesisir yang terancam.
Src: https://www.beritasatu.com/ototekno/2923950/brin-sebut-29-pulau-di-kepulauan-seribu-bakal-hilang?page=all
