Program distribusi 330.000 smart TV yang diusung oleh pemerintah kini menjadi sorotan utama, terutama mengenai ketersediaan perangkat dan instalasi. Program ini, yang diinisiasi oleh Presiden Prabowo Subianto, bertujuan untuk meningkatkan akses pendidikan melalui media digital di sekolah-sekolah di seluruh Indonesia. Namun, Asosiasi Satelit Indonesia (ASSI) menyebutkan bahwa tantangan terbesar dari inisiatif ini bukan pada kapasitas satelit, melainkan pada hal praktis yaitu ketersediaan perangkat penerima dan instalasinya.
Firdaus Adinugroho, Kepala Bidang Media ASSI, menjelaskan bahwa pemerintah harus segera mengidentifikasi kebutuhan kapasitas serta menyusun standar sistem dan pengadaan perangkat. “Jika perlu, berikan insentif bagi perakit perangkat lokal serta skema pembiayaan instalasi di daerah terpencil,” katanya. Hal ini menunjukkan urgensi pendekatan yang menyeluruh untuk merealisasikan program yang ambisius ini.
Dalam rencana tata kelola distribusi smart TV, ASSI menyatakan bahwa mereka siap berkontribusi dengan memfasilitasi kelompok kerja teknis yang melibatkan berbagai pihak, seperti operator satelit, integrator VSAT, dan vendor STB. “Praktik instalasi yang baik harus disusun agar semua pihak memahami standar yang diterapkan,” imbuhnya. Ada harapan besar bahwa kolaborasi tersebut dapat memberikan solusi yang efektif.
Meskipun mekanisme distribusi konten smart TV masih belum jelas, secara teknis konten dapat ditransmisikan melalui siaran televisi satu arah atau jalur dua arah. Firdaus menegaskan bahwa kapasitas satelit Indonesia, yang mencakup SATRIA-1, Palapa, Telkom-3S, Nusantara Satu, BRIsat, dan LAPAN A3, sangat mencukupi untuk mendukung kebutuhan tersebut.
Sementara itu, Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) berkomitmen untuk menyediakan konektivitas yang handal. Wijaya Kusumawardhana, Staf Ahli Bidang Sosial, Ekonomi, dan Budaya Komdigi, menjelaskan penggunaan jaringan serat optik di area perkotaan dan pemanfaatan SATRIA-1 untuk daerah 3T (tertinggal, terdepan, dan terluar). “Jika jaringan serat optik tidak memungkinkan, kita akan mengandalkan BTS atau parabola satelit,” jelasnya.
Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (BAKTI) mencatat bahwa kapasitas SATRIA-1 telah terpakai 70% untuk internet di berbagai lokasi, menyisakan 30% untuk peningkatan kapasitas. Namun, konfigurasi untuk program smart TV harus disesuaikan untuk memastikan kualitas layanan terjaga. Ini menunjukkan betapa pentingnya pengaturan yang baik dalam implementasi teknologi ini.
Dalam konteks yang lebih luas, program smart TV ini diharapkan dapat memberikan akses pendidikan yang lebih baik dengan menyajikan materi pembelajaran, termasuk konten animasi yang menarik bagi siswa. Namun, tanpa infrastruktur yang memadai dan persiapan instalasi yang matang, impian tersebut bisa terancam tidak terwujud. Keterlibatan komunitas lokal juga sangat penting untuk menjamin keberlangsungan program ini.
Apa yang menjadi perhatian kini adalah bagaimana pemerintah dan semua pihak terkait dapat bekerja sama untuk mengatasi tantangan yang ada. Pencapaian target program ini bukan hanya penting untuk dunia pendidikan, tetapi juga untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia di era digital. Seiring dengan peluncuran program tersebut, harapan akan terbangunnya ekosistem pendidikan yang lebih baik dan inklusif dapat terwujud dengan nyata.
Proses ini akan diuji oleh waktu, tetapi komitmen dari berbagai pihak yang terlibat memberikan sinyal positif bagi kelanjutan program ini. Kini, saatnya semua pemangku kepentingan bersinergi agar distribusi smart TV berjalan dengan baik dan optimal.
Src: https://teknologi.bisnis.com/read/20250927/84/1915207/prabowo-mau-tebar-330000-smart-tv-ketersediaan-perangkat-dan-instalasi-disorot/All
