Maria Branyas Morera, wanita tertua di dunia, meninggal pada Agustus 2024 di usia 117 tahun dan 168 hari. Angka ini membuktikan keberadaannya sebagai salah satu contoh hidup hingga usia yang sangat lanjut, sementara rata-rata harapan hidup perempuan di Catalonia, tempat asalnya, hanya sekitar 86 tahun. Rahasia dari usia panjang Branyas kini menjadi perhatian para ilmuwan, mendorong upaya untuk menggali lebih dalam melalui analisis ilmiah.
Sebuah penelitian yang dipublikasikan oleh IFL Science mengungkapkan bahwa para peneliti melakukan analisis multi-omics terhadap berbagai sampel biologis Branyas, termasuk darah, air liur, urine, dan tinja. Penelitian ini dianggap sebagai studi paling lengkap yang pernah dilakukan pada seorang supercentenarian, istilah untuk individu yang hidup hingga 110 tahun atau lebih. Hal ini bertujuan untuk memahami elemen biologis yang berkontribusi terhadap umur panjangnya.
Hasil studi menunjukkan bahwa meskipun Branyas menunjukkan tanda-tanda penuaan biologis, seperti telomere yang memendek dan sejumlah tanda lain, ia tidak menderita penyakit besar yang umum terjadi pada orang tua. Penelitian menemukan bahwa Branyas memiliki varian gen genetik yang melindunginya dari berbagai penyakit umum seperti gangguan jantung, diabetes, dan penyakit neurodegeneratif. Selain itu, metabolisme lemaknya terbilang efisien dengan mikrobioma usus yang bersifat anti-inflamasi.
Fakta menariknya adalah, analisis DNA methylation menunjukkan bahwa usia biologis Branyas lebih muda sekitar 23 tahun dibanding usia faktualnya. Hal ini menjadi indikator bahwa proses penuaan tidak selalu berjalan seiring dengan kondisi kesehatan yang buruk.
Peran Lingkungan dan Gaya Hidup
Namun, selain faktor genetik, lingkungan dan gaya hidup Branyas juga diduga memiliki peranan penting dalam memperpanjang usianya. Sejak muda hingga tua, Branyas aktif secara mental, sosial, dan fisik. Ia menerapkan pola makan seimbang ala Mediterania, yang kaya akan sayuran, buah-buahan, dan yogurt—semua itu diyakini berkontribusi besar terhadap kesehatan ususnya.
Dalam kesehariannya, Branyas sering menghabiskan waktu bersama anggota keluarganya, bermain dengan anjing, membaca, berkebun, dan bermain piano. Meskipun mengalami kehilangan yang besar, termasuk meninggalnya salah satu anaknya, ia tetap menjaga kondisi fisik dan mentalnya dengan baik.
Temuan Berharga untuk Penelitian Masa Depan
Meskipun studi ini hanya menyasar satu orang, sehingga tidak bisa digeneralisasi, temuan ini memberikan wawasan penting tentang proses penuaan manusia. Peneliti berharap bahwa hasil ini dapat menjadi landasan untuk pengembangan terapi anti-penuaan dan strategi baru dalam memperpanjang usia harapan hidup secara umum.
“Temuan kami memberi pandangan baru tentang biologi penuaan manusia, serta menunjukkan biomarker untuk penuaan yang sehat,” ungkap tim peneliti dalam laporan mereka. Penelitian seperti ini membuka jalan untuk pemahaman yang lebih mendalam mengenai apa yang memungkinkan beberapa individu menjalani kehidupan yang lebih panjang dengan kondisi kesehatan yang baik.
Keberadaan Branyas yang mencapai usia 117 tahun sekaligus memberikan harapan baru dalam studi kehidupan manusia. Dengan upaya berlanjut untuk menggali lebih dalam mengenai genetik dan lingkungan yang berkontribusi pada kesehatan dan umur panjang, masa depan riset di bidang ini terlihat semakin cerah.
Source: www.beritasatu.com





