Pemerintahan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka telah meluncurkan berbagai inisiatif untuk melindungi anak-anak, baik di dunia nyata maupun dunia maya. Salah satu langkah signifikan yang diambil adalah penerapan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 17 Tahun 2025, yang dikenal sebagai PP TUNAS. Regulasi ini ditujukan untuk menciptakan ruang digital yang aman dan sehat bagi generasi muda Indonesia.
Menteri Komunikasi dan Digital, Meutya Hafid, menjelaskan bahwa PP TUNAS menegaskan komitmen pemerintah dalam menjaga kesejahteraan anak di dunia digital. "Regulasi ini merupakan langkah konkret untuk melindungi anak-anak secara daring," ujarnya. Ia menekankan bahwa perlindungan ini penting, mengingat hampir 48% pengguna internet di Indonesia adalah anak-anak dan remaja di bawah usia 18 tahun.
Dalam implementasinya, PP TUNAS mewajibkan seluruh Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) untuk proaktif dalam melindungi anak-anak dari konten negatif. Ini mencakup penyaringan konten berpotensi merugikan, penyediaan fitur pelaporan yang mudah, dan penanganan laporan secara cepat dan transparan. Apabila terdapat pelanggaran, pemerintah tidak segan untuk memberikan sanksi seperti pemblokiran akses.
Meutya menjelaskan bahwa peraturan ini muncul berdasarkan kekhawatiran terhadap konten berbahaya yang sengaja ditujukan kepada anak-anak. "Ada suatu kecenderungan di mana konten negatif memang diarahkan kepada kelompok rentan, termasuk anak-anak," katanya. Hal ini menyoroti urgensi pengawasan yang lebih ketat terhadap platform digital.
Renovasi dunia maya ini diharapkan tidak hanya berdampak positif untuk anak-anak, tetapi juga bagi seluruh pengguna internet. "Ketika keamanan ekosistem digital diperkuat, semua pengguna, tidak hanya anak-anak, akan merasakan manfaatnya," imbuh Meutya. Dengan demikian, PP TUNAS bertujuan untuk memperkuat sinergi antara pemerintah dan pemangku kepentingan di bidang digital, tanpa mengesampingkan dialog dan kolaborasi.
Tata Kelola yang Berkelanjutan
Meskipun PP TUNAS telah ditetapkan, implementasinya akan dilakukan secara bertahap dengan periode penyesuaian dua tahun. Direktur Jenderal Pengawasan Ruang Digital, Brigjen Pol Alexander, menegaskan bahwa kewajiban verifikasi usia pengguna dan perlindungan data anak merupakan tanggung jawab utama bagi PSE. "Setiap minggunya, kami terus berkoordinasi dengan penyelenggara sistem elektronik untuk memastikan kelancaran pelaksanaan," jelasnya.
Namun, jalan tidak selalu mulus. Terdapat kekhawatiran terkait potensi penolakan dari platform besar, seperti yang terjadi di negara lain. Meskipun demikian, Alexander menyatakan bahwa platform internasional seperti Meta dan X tidak menunjukkan penolakan terhadap regulasi ini. "Sebagian besar platform telah menyiapkan fitur perlindungan anak yang sejalan dengan kebijakan mereka," tuturnya.
Menyoroti Peran Publik dan Edukasi
Keberhasilan PP TUNAS tidak hanya bergantung pada regulasi semata, tetapi juga pada partisipasi aktif masyarakat dalam menjaga keamanan anak. Edukasi mengenai penggunaan internet yang aman menjadi salah satu kunci utama. Melalui inisiatif tersebut, diharapkan anak-anak dan remaja mampu memahami risiko yang ada di dunia maya.
Dalam waktu dekat, pemerintah akan meluncurkan berbagai program edukatif untuk meningkatkan kesadaran orang tua dan anak-anak seputar keamanan digital. Upaya ini diharapkan mampu membekali generasi muda dengan keterampilan beradaptasi di era digital yang penuh tantangan.
PP TUNAS adalah langkah awal dalam menciptakan ekosistem digital yang lebih aman dan beretika. Dengan dukungan dari semua pihak, regulasi ini diharapkan dapat berfungsi sebagai pedestal kuat bagi perlindungan anak-anak, agar mereka bisa tumbuh dan berkembang dalam lingkungan yang aman, baik di dunia nyata maupun dunia maya.
Source: teknologi.bisnis.com
