Terungkap! Biang Kerok Cuaca Panas Menyengat di Indonesia, BMKG Berikan Fakta

Beberapa pekan terakhir, sebagian besar wilayah Indonesia mengalami suhu udara yang lebih panas dari biasanya. Fenomena ini menciptakan berbagai spekulasi di masyarakat, terutama di platform media sosial yang ramai mendiskusikan penyebabnya. Menurut Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), kondisi panas menyengat yang terjadi sepanjang awal hingga pertengahan Oktober 2025 ini diakibatkan oleh kombinasi beberapa faktor atmosfer, termasuk posisi semu matahari dan pengaruh monsun.

BMKG mencatat bahwa pada bulan Oktober ini, posisi semu matahari berada sedikit di selatan ekuator. Hal ini menyebabkan wilayah Indonesia bagian tengah dan selatan—seperti Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara—menerima paparan sinar matahari yang lebih intens. Ditambah dengan pengaruh Monsun Australia yang membawa udara kering ke wilayah Indonesia, kelembapan udara menurun, sehingga membuat panas terasa lebih menyengat daripada biasanya.

Dalam beberapa hari terakhir, BMKG melaporkan suhu maksimum mencapai 38 derajat Celsius. Beberapa daerah yang mengalami suhu tinggi tersebut antara lain Karanganyar yang mencapai 38,2 derajat Celsius, Majalengka 37,6 derajat Celsius, Boven Digoel 37,3 derajat Celsius, dan Surabaya 37 derajat Celsius. Perubahan cuaca ini bukanlah hal yang aneh, karena tiap tahun Indonesia mengalami periode peralihan musim.

Meski cuaca panas mendominasi di siang hari, perubahan iklim ini juga membawa fenomena hujan lebat di sore dan malam hari. BMKG mencatat beberapa wilayah, termasuk Belawan dan Deli Serdang, setidaknya telah mengalami curah hujan lebih dari 100 mm dalam sehari. Kondisi ini mencerminkan peralihan dari musim kemarau ke musim hujan, di mana udara panas memicu pembentukan awan konvektif yang menghasilkan hujan.

Faktor-faktor global juga turut berkontribusi dalam menentukan pola cuaca di Indonesia. BMKG menginformasikan adanya Bibit Siklon Tropis 96W di Samudra Pasifik timur Filipina. Meskipun peluangnya untuk berkembang menjadi siklon tropis masih rendah, kehadirannya menciptakan daerah konvergensi sekitar Maluku dan Papua. Selain itu, sirkulasi siklonik di sekitar barat Sumatra dan Laut Natuna turut memicu pembentukan awan hujan.

Pada skala global, aspek Dipole Mode Index (DMI) yang negatif dengan nilai −1.39 menunjukkan meningkatnya suplai uap air menuju Indonesia dari Samudra Hindia. Hal ini dapat memperkuat potensi hujan di Sumatra dan wilayah Jawa bagian selatan.

BMKG memprediksi bahwa hingga akhir Oktober 2025, sebagian besar wilayah Indonesia akan didominasi oleh cuaca cerah hingga berawan pada pagi hingga siang hari. Namun, risiko hujan sedang hingga lebat masih tetap ada, terutama di sore dan malam hari di wilayah Sumatra, Kalimantan, Jawa, Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua.

Di samping itu, BMKG juga memperingatkan masyarakat mengenai potensi bencana hidrometeorologi, seperti banjir dan tanah longsor, yang mungkin terjadi akibat curah hujan tinggi. Oleh karena itu, penting bagi masyarakat untuk menjaga kebersihan saluran drainase dan tidak membuang sampah sembarangan agar air hujan dapat mengalir dengan baik.

Menyikapi fenomena cuaca ini, BMKG memberikan beberapa imbauan untuk membantu masyarakat tetap nyaman dan aman. Beberapa imbauan tersebut antara lain:

1. Hindari paparan sinar matahari langsung antara pukul 10.00–14.00.
2. Gunakan pelindung diri seperti topi dan tabir surya saat beraktivitas di luar ruangan.
3. Perbanyak konsumsi air putih untuk mencegah dehidrasi.
4. Hindari area terbuka saat terjadi hujan disertai petir.
5. Pantau informasi cuaca terkini dari BMKG.

Dengan kondisi atmosfer yang dinamis, masyarakat diimbau untuk tetap waspada terhadap kemungkinan perubahan cuaca ekstrem. Meski cuaca panas yang dialami saat ini adalah bagian dari transisi alami menuju musim hujan, kewaspadaan tetap diperlukan agar aktivitas sehari-hari dapat berjalan dengan aman dan lancar.

Source: www.suara.com

Exit mobile version