AS Minta OpenAI Serahkan Data Pengguna untuk Penyelidikan ChatGPT

Otoritas Amerika Serikat (AS) untuk pertama kalinya meminta OpenAI menyerahkan data pengguna ChatGPT sebagai bagian dari penyelidikan kriminal. Permintaan ini menandai momen penting di mana lembaga penegak hukum mulai memanfaatkan data dari platform kecerdasan buatan (AI) untuk tujuan investigasi.

Permintaan tersebut diungkapkan dalam surat perintah pencarian yang baru saja dipublikasikan di pengadilan Maine. Dokumen ini menunjukkan bahwa Homeland Security Investigations (HSI), unit di bawah U.S. Immigration and Customs Enforcement (ICE), tengah menyelidiki seorang administrator situs eksploitasi anak yang aktif di dark web dan telah menjadi buronan sejak 2019. Dalam upaya penyamaran, agen federal berinteraksi dengan tersangka di salah satu situs gelap.

Selama percakapan, tersangka tanpa sadar memberi tahu bahwa ia menggunakan ChatGPT. Ia bahkan membagikan beberapa prompt dan jawaban dari ChatGPT, termasuk pertanyaan ringan seperti, “Apa yang akan terjadi jika Sherlock Holmes bertemu Q dari Star Trek?” Dalam percakapan lain, ia menyebutkan pernah meminta ChatGPT untuk menulis puisi panjang, dan berbagi contoh puisi yang bergaya Donald Trump.

Informasi ini mendorong otoritas untuk meminta OpenAI menyerahkan data terkait pengguna, termasuk riwayat percakapan, nama, alamat, dan data pembayaran yang terhubung dengan akun tersebut. Ini menjadi contoh pertama penggunaan data prompt ChatGPT sebagai alat bantu penyelidikan oleh aparat hukum di AS.

Sebelumnya, lembaga seperti Google sudah beberapa kali diminta menyerahkan data pengguna berdasarkan pencarian tertentu, namun hal ini belum pernah terjadi pada platform AI generatif seperti ChatGPT. Meskipun OpenAI terlibat dalam permintaan ini, identitas tersangka ternyata berhasil diungkap berkat informasi pribadi yang ia ungkap selama percakapan, seperti tempat tinggal dan latar belakang militer. Penyelidik menelusuri keterkaitan tersangka dengan pangkalan militer Ramstein Air Force Base di Jerman.

Tersangka, Drew Hoehner, seorang pria berusia 36 tahun, didakwa dengan satu tuduhan konspirasi untuk mengiklankan materi eksploitasi seksual anak (CSAM). Hingga berita ini diturunkan, Hoehner belum mengajukan pembelaan, dan pengacaranya belum memberikan komentar.

Dokumen pengadilan menunjukkan HSI meyakini Hoehner berperan sebagai moderator atau administrator di sekitar 15 situs di dark web yang berisi materi pelecehan anak, yang memiliki lebih dari 300.000 akun pengguna. Situs-situs ini beroperasi di jaringan Tor, yang mengenkripsi lalu lintas pengguna agar sulit dilacak. Beberapa situs bahkan memiliki kategori untuk konten ilegal yang dihasilkan oleh AI.

Belum ada kejelasan mengenai jenis data yang diserahkan OpenAI kepada pemerintah. Namun, laporan menunjukkan OpenAI mengirimkan berkas Excel yang berisi informasi pengguna. Departemen Kehakiman AS belum berkomentar mengenai subjek ini. Data tersebut kemungkinan akan digunakan untuk memperkuat bukti identitas tersangka di pengadilan.

Kasus ini menunjukkan tren baru di mana aparat hukum mulai menggunakan platform AI untuk mencari bukti kejahatan. Penasihat hukum dari Electronic Frontier Foundation (EFF), Jennifer Lynch, berkomentar bahwa kasus ini menjadi pengingat penting bagi perusahaan AI. Ia menekankan perlunya perusahaan seperti OpenAI untuk lebih berhati-hati dalam mengumpulkan data pengguna.

Menurut data OpenAI, antara Juli hingga Desember tahun lalu, perusahaan melaporkan 31.500 konten terkait eksploitasi anak kepada National Center for Missing and Exploited Children (NCMEC), sesuai dengan kewajiban hukum di AS. Selama periode tersebut, OpenAI menerima 71 permintaan pemerintah untuk mengakses data pengguna, mencakup 132 akun.

Seiring berkembangnya teknologi, interaksi antara lembaga penegak hukum dan perusahaan AI seperti OpenAI menunjukkan bagaimana alat-alat baru ini dapat berperan dalam investigasi kriminal. Hal ini menciptakan tantangan baru dalam hal privasi dan perlindungan data pribadi yang perlu terus diawasi serta dibahas lebih jauh.

Source: teknologi.bisnis.com

Berita Terkait

Back to top button