Para astronot di Stasiun Luar Angkasa Tiangong baru saja mencetak sejarah dengan melakukan barbeque di luar angkasa. Ini adalah momen penting dalam sejarah makanan luar angkasa, yang selama ini dikenal dengan menu kering dan instan.
Sebelumnya, makanan luar angkasa memiliki keterbatasan yang signifikan. Sejak era Yuri Gagarin, orang pertama yang pergi ke luar angkasa, pilihan hidangan sangat minim. Pada saat itu, pasta daging dalam kemasan tube menjadi salah satu yang umum. Makanan instan sebelum ini sering sekali tidak disukai para astronot, dan NASA bahkan mencatat masalah dalam rehidrasi makanan. Remah-remah yang tersisa juga berpotensi mengganggu alat yang ada di kabin.
Kesulitan dalam menyediakan makanan yang memadai sudah dirasakan sejak program Gemini dan Apollo. Ada banyak eksperimen, dan meski ada kemajuan, banyak upaya untuk membawa makanan yang lebih baik selalu menemui tantangan. Misalnya, percobaan untuk membuat sandwich gagal karena bahan-bahannya cepat basi dan menjadi berantakan.
Namun, dengan kemajuan teknologi dan pembangunan stasiun luar angkasa, muncul harapan baru. Skylab dari Amerika Serikat dan program pesawat ulang alik mulai memperkenalkan alat-alat untuk memanaskan makanan. Sekarang di Stasiun Luar Angkasa Internasional (ISS), para astronot sudah lebih beruntung dengan pilihan makanan yang lebih bervariasi.
Penting untuk diperhatikan, hingga kini, memasak dengan api masih menjadi hal yang dilarang karena risikonya sangat tinggi. Api di luar angkasa bertindak berbeda, menyerupai bola yang sulit diprediksi gerakannya. Hal ini dijelaskan oleh ilmuwan seperti Guillaume Legros, yang menekankan tantangan dalam mendeteksi kebakaran di lingkungan yang tidak memiliki aliran udara alami.
Misi Shenzhou-21 merupakan titik balik dengan diperkenalkannya oven udara panas yang aman. Alat ini memungkinkan memasak dengan suhu hingga 190 derajat Celsius tanpa menggunakan api terbuka. Dalam pengujian pertamanya, sayap ayam barbeque dan hidangan daging sapi telah berhasil dimasak.
Liu Weibo, wakil kepala desainer sistem astronot di China Astronaut Research and Training Center, menyatakan bahwa ini adalah pertama kalinya memasak di luar angkasa melibatkan reaksi kimia layaknya memasak di Bumi. “Dulu hanya bisa memanaskan makanan, sekarang tekstur makanan menjadi lebih renyah dan berwarna lebih menarik,” ungkap Liu.
Keselamatan tetap menjadi fokus utama. Oven ini dirancang agar makanan tidak melayang, serta dilengkapi dengan sistem penyaring asap untuk menjaga lingkungan kabin tetap aman. Selain itu, bagian luar oven tetap dingin untuk mencegah luka bakar pada astronot.
Meski waktu memasak cukup lama—sayap ayam bisa memakan waktu sekitar 28 menit—para ilmuwan menganggapnya sebagai langkah besar. Dengan kemampuan memasak yang lebih fleksibel, kualitas hidup astronot di luar angkasa diharapkan dapat meningkat. Ini menjadi sangat penting untuk misi jangka panjang seperti ke Bulan atau Mars, di mana kualitas makanan mempunyai dampak besar terhadap kesehatan.
Barbeque pertama di orbit bukan sekadar prestasi kecil. Ini mencerminkan kemajuan teknologi manusia dalam menyesuaikan diri dengan kehidupan di luar Bumi. Dari beberapa potong sayap ayam ini, kita melihat tahap awal menuju masa depan di mana makan malam hangat akan menjadi kenyataan di luar planet kita.
Baca selengkapnya di: www.suara.com